1. Pendahuluan
Dalam praktik pengadaan barang/jasa pemerintah maupun swasta, mekanisme tender terbuka diharapkan menghasilkan kompetisi sehat dengan setidaknya dua peserta yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Namun, tidak jarang tender berakhir hanya satu penyedia yang dinyatakan lulus pada evaluasi administrasi dan teknis. Situasi ini memunculkan dilema: apakah proses tetap dilanjutkan dengan satu peserta, atau perlu diulang kembali? Keputusan ini tidak hanya menyangkut aspek regulasi, tetapi juga prinsip transparency, fairness, dan value for money. Artikel ini membahas secara mendalam: landasan hukum ketika hanya satu penyedia lolos, penyebab skenario tersebut, opsi mekanisme selanjutnya, studi kasus relevan, hingga rekomendasi praktis bagi Pokja dan PPK.
2. Landasan Hukum dan Kebijakan Terkait
Ketika hanya satu penyedia yang dinyatakan lolos dalam proses tender, kondisi ini tidak serta-merta membatalkan proses pengadaan. Namun, langkah selanjutnya harus diambil dengan cermat dan mengacu pada regulasi yang berlaku. Dasar hukum yang mengatur kondisi ini terdapat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, khususnya Pasal 34 ayat (1), yang berbunyi:
“Tender atau seleksi dinyatakan gagal apabila peserta yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga), dan/atau tidak ada peserta yang lulus evaluasi.”
Namun, dalam ayat selanjutnya dan dalam berbagai aturan turunan seperti Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 9 Tahun 2020, dijelaskan bahwa jika setelah evaluasi hanya terdapat satu penyedia yang memenuhi syarat administrasi, teknis, dan harga, maka Pokja dapat melakukan klarifikasi secara menyeluruh untuk memastikan bahwa penyedia tersebut benar-benar memenuhi semua ketentuan.
Kebijakan ini memberi ruang diskresi teknis kepada Pokja, namun juga menegaskan pentingnya akuntabilitas dan kehati-hatian dalam mengambil keputusan. Pokja harus memastikan bahwa penyedia yang lolos bukan karena “kesalahan sistem evaluasi” atau karena dokumen tender terlalu ketat sehingga tidak kompetitif. Keputusan untuk menunjuk langsung atau melakukan tender ulang harus berdasarkan hasil evaluasi menyeluruh dan tercatat dalam Berita Acara Hasil Pengadaan (BAHP).
Jika nilai paket pengadaan berada di bawah batas tertentu (misalnya < Rp200 juta untuk barang/jasa lainnya atau < Rp1 miliar untuk konstruksi), penunjukan langsung masih dimungkinkan, sebagaimana diatur dalam skema Pengadaan Langsung (PL) atau e-purchasing melalui katalog elektronik. Namun, jika nilai paket besar dan sifat pekerjaan strategis, maka penggunaan metode ini tanpa kompetisi yang cukup akan menyalahi prinsip value for money dan fair competition.
Oleh karena itu, keberadaan satu penyedia yang lolos bukan berarti otomatis dilanjutkan, tetapi harus melalui tahapan analisis, evaluasi, dan klarifikasi lanjutan yang legal dan terdokumentasi.
3. Penyebab Hanya Satu Penyedia Lolos
Terjadinya situasi di mana hanya satu penyedia yang dinyatakan lulus evaluasi tender sering kali merupakan kombinasi dari faktor-faktor teknis, administratif, dan perencanaan yang tidak matang. Pokja dan pejabat pengadaan perlu memahami faktor penyebab ini secara utuh agar bisa mencegahnya di tender berikutnya. Beberapa penyebab umum antara lain:
a. Spesifikasi Teknis Terlalu Rigid dan Tertutup
Sering kali, Pokja menyusun dokumen pemilihan dengan spesifikasi teknis yang sangat sempit, bahkan mengarah ke “merk tertentu” atau teknologi spesifik yang hanya bisa disediakan oleh satu produsen atau distributor tunggal. Hal ini langsung memperkecil peluang banyak penyedia untuk ikut serta. Padahal dalam regulasi, teknis seharusnya mengarah ke fungsi dan performa, bukan merk dan asal produk.
b. Kualifikasi Berlebihan
Permintaan dokumen pengalaman sejenis yang sangat spesifik, tenaga ahli dengan sertifikasi langka, atau persyaratan modal yang tidak proporsional dengan nilai proyek dapat menggugurkan banyak calon peserta, terutama UMK-Koperasi yang sebenarnya mampu dari segi teknis tetapi terhambat dari sisi administratif.
c. HPS Tidak Realistis
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang disusun terlalu rendah akan menimbulkan persepsi bahwa tender tidak layak secara finansial. Banyak penyedia menolak ikut karena margin usaha tidak masuk akal. Hal ini bisa terjadi jika HPS tidak diperbarui mengikuti kenaikan harga pasar atau menggunakan referensi lama.
d. Sosialisasi yang Minim dan Jadwal Melekat
Informasi tender yang tidak disosialisasikan dengan baik-misalnya hanya tayang sebentar di LPSE tanpa pengumuman tambahan melalui kanal informal-membuat calon peserta terlambat mengetahuinya. Apalagi jika waktu penawaran hanya 3 hari atau kurang dari seminggu, banyak penyedia tidak sempat menyiapkan dokumen lengkap.
e. Segmentasi Pasar Tidak Sesuai
Ada juga kasus ketika pengadaan yang idealnya ditujukan untuk pelaku usaha kecil (misalnya pengadaan alat peraga sekolah atau pengaspalan jalan lingkungan) justru dipatok dengan kualifikasi perusahaan besar atau multinasional. Akibatnya, pelaku UMK tidak berani mendaftar, sementara penyedia besar merasa tidak tertarik karena nilai paket terlalu kecil.
Dengan memahami penyebab-penyebab ini, Pokja dapat melakukan evaluasi internal dan mengoreksi perencanaan tender agar lebih inklusif, realistis, dan kompetitif.
4. Opsi Mekanisme Selanjutnya
Jika hanya satu penyedia yang lolos evaluasi tender, maka Pokja tidak boleh serta-merta menetapkan penyedia tersebut sebagai pemenang tanpa mempertimbangkan kelayakan, legalitas, dan prinsip kompetisi. Terdapat beberapa opsi mekanisme lanjutan yang bisa dipertimbangkan, tergantung pada urgensi kebutuhan, nilai anggaran, dan karakteristik barang/jasa:
a. Tender Ulang (Repeat Tender)
Ini adalah opsi paling umum dan disarankan dalam banyak kasus. Tender ulang memungkinkan revisi terhadap dokumen pemilihan-baik dari sisi spesifikasi teknis, HPS, maupun jadwal pengumuman. Tujuannya adalah membuka peluang partisipasi yang lebih luas. Tender ulang juga memberikan kesempatan bagi Pokja untuk melakukan market sounding agar memahami dinamika pasar lebih baik.
b. Penunjukan Langsung atau PL (Pengadaan Langsung)
Jika nilai kontrak di bawah ambang batas dan pekerjaan bersifat rutin atau non-kompleks, penunjukan langsung dapat dilakukan. Namun demikian, Pokja dan PPK harus tetap mendokumentasikan alasan pemilihan metode ini, termasuk risiko hukum dan kemungkinan audit di kemudian hari.
c. Tender Terbatas (Limited Tender)
Untuk proyek yang sangat teknis atau spesifik, Pokja dapat mengubah metode menjadi tender terbatas. Di sini, Pokja mengundang minimal tiga penyedia yang sudah dikenal kapasitas dan reputasinya, lalu dilakukan evaluasi seperti biasa. Ini mengurangi risiko hanya satu peserta yang lolos, dan tetap menjaga prinsip kompetisi.
d. Pemecahan Paket (Cancel and Repackage)
Opsi ini berguna jika proyek terlalu besar atau terlalu kompleks dalam satu paket sehingga membuat peserta kewalahan. Dengan membagi paket menjadi beberapa sub-proyek, Pokja membuka akses lebih luas kepada penyedia kecil hingga menengah. Misalnya, tender infrastruktur senilai Rp20 miliar dapat dipecah menjadi tiga pekerjaan masing-masing Rp6-7 miliar.
Pemilihan mekanisme tidak boleh sembarangan. PPK harus menganalisis data tender sebelumnya, mempertimbangkan kebutuhan pengguna akhir, dan mendokumentasikan alasan secara transparan dalam notulensi atau laporan pengadaan.
5. Prosedur Evaluasi dan Klarifikasi Tambahan
Sebelum Pokja menetapkan langkah berikutnya, terdapat proses penting yang harus dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian administratif dan teknis, yakni prosedur evaluasi dan klarifikasi lanjutan terhadap penyedia yang lolos maupun penyedia lain yang gugur. Tujuannya adalah memastikan bahwa keputusan tender benar-benar obyektif, legal, dan akuntabel.
a. Re-evaluasi Dokumen Peserta Lain
Langkah pertama yang perlu dilakukan Pokja adalah mengevaluasi kembali dokumen dari peserta lain yang sebelumnya dinyatakan tidak lulus. Apakah kekurangannya bersifat fatal atau hanya kesalahan administratif minor? Jika terdapat potensi kelulusan, Pokja dapat melakukan klarifikasi dan meninjau kemungkinan membatalkan status tidak lulus.
b. Klarifikasi Mendalam Terhadap Penyedia Tunggal
Jika memang hanya satu peserta yang lolos sah dan semua peserta lain sudah valid dinyatakan TMS (Tidak Memenuhi Syarat), maka klarifikasi terhadap penyedia tunggal menjadi penting. Klarifikasi ini meliputi:
- Kesesuaian dokumen teknis dengan kebutuhan nyata;
- Realisme harga dan biaya satuan;
- Metodologi pelaksanaan dan jadwal kerja;
- Kapasitas logistik dan sumber daya penyedia.
Klarifikasi ini mirip pre-award negotiation yang biasa dilakukan pada pengadaan swasta atau proyek multilateral. Pokja harus meyakini bahwa harga yang ditawarkan adalah kompetitif, bukan harga “seenaknya” karena tidak ada pesaing.
c. Dokumentasi dan Transparansi
Seluruh proses klarifikasi harus tercatat dalam Berita Acara Klarifikasi, ditandatangani oleh pihak penyedia dan Pokja, dan disimpan dalam sistem pengadaan sebagai bagian dari audit trail. Dokumentasi ini penting jika nantinya ada sanggahan, pemeriksaan inspektorat, atau audit BPK.
d. Evaluasi Resiko dan Mitigasi
Langkah evaluasi risiko juga harus dilakukan. Jika penyedia tunggal ternyata memiliki skor keuangan yang lemah, atau rekam jejaknya kurang bagus, maka Pokja berhak merekomendasikan tender ulang. Mengontrak penyedia yang bermasalah hanya akan menimbulkan masalah baru di tahap pelaksanaan.
Dengan tahapan ini, Pokja menjaga integritas proses dan memastikan bahwa keputusan melanjutkan atau membatalkan tender diambil secara matang, legal, dan akuntabel.
6. Studi Kasus
6.1. Tender Pemeliharaan Jalan di Kabupaten Z
Salah satu kasus nyata terjadi di Kabupaten Z ketika Dinas Pekerjaan Umum setempat mengadakan tender proyek pemeliharaan jalan sepanjang 12 km yang bernilai sekitar Rp9 miliar. Dalam dokumen pemilihan awal, Pokja menetapkan persyaratan kualifikasi yang sangat ketat: penyedia harus memiliki pengalaman minimal tiga tahun berturut-turut di proyek serupa, memiliki tenaga ahli bersertifikat ahli utama, serta menyertakan laporan keuangan dua tahun terakhir yang telah diaudit akuntan publik.
Hasilnya, hanya satu penyedia lokal yang dinyatakan lolos evaluasi administrasi dan teknis. Pokja memutuskan untuk tidak langsung menetapkan pemenang karena merasa persaingan tidak optimal. Dengan persetujuan PPK, tender dinyatakan gagal dan dilakukan tender ulang. Dalam revisi dokumen, syarat pengalaman diperingan menjadi dua proyek sejenis dalam lima tahun terakhir, serta ketentuan tenaga ahli disesuaikan untuk skala lokal (cukup tenaga ahli madya).
Pada proses tender ulang, terdapat tiga penyedia yang memasukkan penawaran, dan dua di antaranya lolos evaluasi. Hasil ini memperlihatkan bahwa dengan penyesuaian dokumen yang wajar, partisipasi pasar bisa ditingkatkan tanpa mengorbankan kualitas.
6.2. Pengadaan Printer Canggih di Kementerian A
Kementerian A mengadakan tender pengadaan printer multifungsi untuk kantor pusat, dengan spesifikasi teknologi tinggi seperti konektivitas cloud dan sistem keamanan dokumen terenkripsi. Tender ini bernilai Rp600 juta. Dari lima peserta yang mendaftar, hanya satu vendor multinasional yang lolos karena memiliki dukungan principal resmi dan sertifikat ISO relevan.
Karena nilai paket berada di bawah batasan untuk e-purchasing (di bawah Rp1 miliar), dan kebutuhan dianggap mendesak karena menyangkut operasional administrasi rutin, PPK memutuskan menggunakan mekanisme penunjukan langsung. Namun, untuk menghindari potensi konflik kepentingan dan menjaga akuntabilitas, dilakukan audit pendampingan oleh BPKP. Auditor merekomendasikan harga satuan wajar berdasarkan survei nasional, sehingga pembelian tetap dilakukan dengan harga terbaik. Kasus ini menunjukkan pentingnya mekanisme kontrol saat hanya satu penyedia tersedia, meskipun regulasi memungkinkan penunjukan langsung.
7. Rekomendasi Praktis
Agar kejadian hanya satu penyedia lolos dapat diminimalkan di masa depan, dan untuk memastikan pengadaan tetap berlangsung efisien serta kompetitif, berikut sejumlah rekomendasi praktis yang bisa diterapkan oleh Pokja, PPK, dan tim perencana pengadaan:
7.1. Desain Dokumen Pemilihan yang Proporsional
Saat menyusun dokumen tender, penting bagi Pokja dan tim teknis untuk menyesuaikan tingkat kompleksitas dan syarat teknis dengan karakteristik dan skala paket. Jangan sampai tender senilai Rp1 miliar untuk pengadaan perlengkapan kantor justru mensyaratkan pengalaman proyek Rp10 miliar. Kesesuaian antara kualifikasi penyedia dan besaran paket akan memperluas partisipasi tanpa mengorbankan kualitas.
7.2. Susun HPS Berbasis Data Pasar Terkini
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang disusun secara sembarangan atau menggunakan referensi usang berpotensi membuat penyedia enggan mengikuti tender. Oleh karena itu, lakukan survei pasar yang aktual dan komprehensif. Gunakan berbagai sumber, termasuk e-katalog, marketplace resmi, hasil tender sebelumnya, dan wawancara informal dengan vendor. HPS yang realistis meningkatkan minat penyedia untuk berpartisipasi.
7.3. Perluas Sosialisasi Tender
Sosialisasi pengadaan tidak cukup hanya melalui LPSE. Pokja dapat memanfaatkan asosiasi industri, komunitas vendor, dan kanal media sosial resmi instansi untuk menyebarkan informasi tender. Jika perlu, lakukan vendor gathering tahunan agar para pelaku usaha memahami rencana pengadaan ke depan dan dapat bersiap dengan baik.
7.4. Gunakan Metode Hybrid
Jika metode tender umum tidak menghasilkan cukup peserta, pertimbangkan metode hybrid seperti tender terbatas, terutama untuk pekerjaan spesifik. Dalam metode ini, Pokja mengundang penyedia yang telah diseleksi sebelumnya berdasarkan pengalaman dan kapasitas. Langkah ini tetap menjaga prinsip kompetisi, namun lebih terkontrol secara kualitas.
7.5. Pastikan Dokumentasi yang Lengkap
Setiap langkah evaluasi, klarifikasi, penunjukan langsung, maupun tender ulang harus didokumentasikan dengan rinci. Termasuk alasan-alasan teknis, justifikasi hukum, serta rekomendasi evaluasi. Semua dokumen harus diunggah dalam sistem SPSE atau arsip resmi pengadaan untuk audit dan pertanggungjawaban.
Dengan menerapkan lima langkah ini secara konsisten, instansi pengadaan dapat meminimalkan risiko tender sepi peminat dan menjaga proses tetap akuntabel.
8. Kesimpulan
Fenomena hanya satu penyedia yang lolos dalam proses tender bukanlah hal yang langka, terutama dalam konteks pengadaan barang/jasa pemerintah yang kompleks, ketat, dan seringkali spesifik. Meski secara hukum terdapat jalan keluar melalui penunjukan langsung atau tender terbatas, langkah tersebut tidak boleh dijadikan solusi instan tanpa mempertimbangkan aspek kompetisi dan akuntabilitas.
Prinsip dasar pengadaan adalah memperoleh value for money, bukan sekadar mengejar administrasi selesai. Ketika hanya satu penyedia lolos, instansi dihadapkan pada dilema: antara memperpanjang waktu untuk membuka kembali kompetisi atau melanjutkan dengan penyedia tunggal dengan segala risikonya. Pilihan yang tepat lahir dari analisis yang menyeluruh dan perencanaan yang matang sejak awal.
Dengan merancang dokumen pemilihan yang proporsional, menyusun HPS yang realistis, dan melakukan sosialisasi tender secara luas, jumlah peserta bisa ditingkatkan secara signifikan. Dan ketika hanya satu penyedia yang tersedia, prosedur klarifikasi teknis, evaluasi menyeluruh, serta dokumentasi menjadi alat utama menjaga integritas proses.
Pengadaan modern menuntut keterbukaan, kehati-hatian, dan tanggung jawab kolektif dari Pokja, PPK, hingga auditor internal. Ketika prosedur dijalankan dengan benar, maka sekalipun hanya satu penyedia yang tersedia, keputusan akhir tetap dapat menghasilkan pengadaan yang efisien, legal, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat. Maka, bukan jumlah peserta semata yang penting, melainkan kualitas proses dan integritas keputusannya.