Cara Membuat HPS (Harga Perkiraan Sendiri) dengan Benar

Pendahuluan

Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah salah satu dokumen paling krusial dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. HPS menjadi acuan pembuat kebijakan, panitia pengadaan, dan calon penyedia; ia membantu penentuan metode pengadaan, penyusunan anggaran, serta pengambilan keputusan tentang perlu atau tidaknya proses tender. HPS yang disusun dengan benar meningkatkan akuntabilitas, mencegah mark-up anggaran, dan mengurangi risiko kegagalan pelaksanaan. Sebaliknya, HPS yang lemah atau tidak berdasar membuka celah korupsi, terbuangnya anggaran, atau tender yang gagal karena harga tidak realistis.

Artikel ini memberi panduan praktis, terstruktur, dan terperinci tentang cara menyusun HPS yang dapat dipertanggungjawabkan – mulai dari prinsip dasar, sumber data yang valid, metode penghitungan untuk berbagai jenis pengadaan (barang, jasa, konstruksi), komponen biaya yang harus diperhitungkan, hingga teknik validasi dan dokumentasi untuk audit. Setiap bagian disusun agar mudah dipahami dan langsung bisa dipakai oleh pejabat perencana anggaran, panitia pengadaan, atau konsultan pengadaan. Di akhir tersedia ringkasan checklist yang praktis untuk memastikan HPS Anda memenuhi standar akuntabilitas dan efisiensi.

1. Pengertian, Fungsi, dan Prinsip Dasar HPS

HPS (Harga Perkiraan Sendiri) adalah estimasi biaya yang disusun oleh pihak pembeli (government buyer) sebagai acuan awal dalam pengadaan barang/jasa. HPS bukan sekadar “ganjalan” administratif – ia berdimensi teknis, fiskal, dan tata kelola. Fungsi utama HPS antara lain:

  1. Membantu perencanaan anggaran.
  2. Menjadi alat kontrol harga agar pengadaan memberi value for money.
  3. Memfasilitasi pemilihan metode pengadaan yang tepat (e.g., pembelian langsung, tender, kontrak payung).
  4. Menjadi dasar penilaian wajar saat evaluasi harga penawaran.

Prinsip dasar yang harus dipegang dalam menyusun HPS:

  • Transparansi: proses dan asumsi pembentukan HPS harus terdokumentasi sehingga bisa diaudit.
  • Kewajaran (reasonableness): angka HPS harus masuk akal bila dibandingkan data pasar dan benchmarking.
  • Berdasarkan data (evidence-based): jangan bergantung pada “estimasi intuitif”; gunakan sumber data primer dan sekunder.
  • Objektivitas: hindari pengaruh pihak yang berkepentingan; jika perlu, buat cross-check oleh pihak independen.
  • Keterukuran (measurability): setiap komponen biaya harus terukur, bisa dihitung dan ditunjukkan sumbernya.

Jenis HPS berdasarkan cakupan: HPS per item (unit price), HPS paket (total harga untuk paket pekerjaan), dan HPS TCO (Total Cost of Ownership) yang memasukkan biaya pemeliharaan dan operasional. Untuk pengadaan barang standar, HPS unit price cukup praktis. Untuk proyek infrastruktur/jasa berjangka panjang, HPS TCO jauh lebih informatif karena mempertimbangkan life-cycle cost.

Siklus penyusunan HPS ideal: identifikasi kebutuhan → pemetaan spesifikasi → pengumpulan data harga pasar → komposisi biaya (material, tenaga, overhead, profit, pajak) → agregasi → verifikasi & sensitivity analysis → finalisasi dan dokumentasi. Dalam praktik, kepatuhan pada siklus ini menentukan kualitas HPS. HPS yang tersusun buruk akan memengaruhi seluruh rangkaian pengadaan: dari penentuan metode hingga pelaksanaan kontrak.

2. Dasar Hukum, Kebijakan, dan Kaitan HPS dengan Perencanaan Anggaran

Meskipun formula teknis HPS bersifat teknis, ia selalu beroperasi di dalam kerangka hukum dan kebijakan pengadaan. Di banyak yurisdiksi, peraturan pengadaan mengharuskan penyusunan HPS sebagai bagian dari dokumen tender; HPS juga digunakan oleh pengawas (inspektorat, auditor) sebagai tolok ukur wajar. Oleh karena itu HPS harus mematuhi ketentuan hukum yang berlaku: tata cara penghitungan, penetapan asumsi, kewajiban dokumentasi, dan pembatasan pengungkapan (kadang HPS dirahasiakan sampai tahap pembukaan penawaran).

Kaitan HPS dengan perencanaan anggaran (RKA/RKBJ) bersifat simbiotik. HPS digunakan untuk menentukan pagu anggaran serta membantu pejabat perencanaan memutuskan apakah suatu item dapat dianggarkan pada periode fiskal tertentu. Bila HPS tidak akurat – misalnya terlalu rendah – maka risiko revisi anggaran, tender gagal, atau tambahan pengeluaran darurat meningkat. Sebaliknya, HPS terlalu tinggi mengakibatkan pemborosan anggaran.

Beberapa ketentuan kebijakan penting yang perlu diperhatikan penyusun HPS:

  • Dokumentasi sumber: semua asumsi dan harga acuan harus dicatat, disimpan, dan bisa direferensi pada audit.
  • Penggunaan data pasar terbaru: gunakan data terkini (mis. 3-6 bulan terakhir) untuk menghindari out-of-date pricing.
  • Perbedaan skala: HPS untuk unit kecil dan proyek besar punya treatment berbeda; mis. diskon volume harus dipertimbangkan.
  • Kerangka responsif terhadap fluktuasi: jika bahan baku volatile (mis. baja, bitumen), cantumkan formula eskalasi yang jelas.

Dalam konteks tata kelola, biasanya ada pembagian tugas: tim perencana menyiapkan daftar kebutuhan dan spesifikasi, tim pengadaan menyusun HPS teknis-komersial, dan tim keuangan memverifikasi ketersediaan anggaran. Good practice: HPS direview oleh minimal dua fungsi berbeda (technical & finance) dan dicatat versi serta waktu revisi.

Kesimpulan penting: HPS bukan angka internal saja; ia pranata yang berkaitan dengan kepatuhan hukum, perencanaan fiskal, dan akuntabilitas publik. Menyusun HPS yang sesuai aturan membantu mengurangi risiko hukum dan operasional di kemudian hari.

3. Persiapan Data: Sumber Informasi yang Valid untuk Menyusun HPS

Sumber data adalah fondasi HPS. Semakin kuat sumbernya, semakin dapat dipertanggungjawabkan HPS. Berikut daftar sumber data primer dan sekunder yang umum dipakai beserta cara memanfaatkannya.

Sumber primer (lebih dapat dipercaya):

  • Quotation/penawaran supplier: minta penawaran resmi (written quotation) dari beberapa supplier. Quotation ini menjadi bukti pasar yang kuat.
  • Data transaksi internal: rekam transaksi sebelumnya pada sistem keuangan (SAP/SAKTI). Gunakan harga pembelian historis sebagai benchmark jika pembelian serupa.
  • Tender sebelumnya: hasil tender terakhir (harga pemenang, HPS lama) bermanfaat untuk melihat tren dan rentang harga.
  • Survey pasar langsung: telepon/kunjungan ke pemasok lokal untuk cek ketersediaan dan lead time.

Sumber sekunder (referensi publik dan laporan):

  • E-Katalog nasional/regional: daftar harga dan spesifikasi resmi sering jadi acuan cepat. Namun perlu cross-check karena harga mungkin masih valid untuk kategori tertentu saja.
  • Price indexes & statistik: indeks harga komoditas, inflasi bahan baku, kurs valuta asing. Berguna untuk melakukan penyesuaian.
  • Laporan industri & publikasi perdagangan: bisa memberikan gambaran spread harga di pasar.
  • Marketplace & platform B2B: untuk barang umum, e-commerce B2B bisa jadi referensi harga.

Cara mengumpulkan data yang baik:

  1. Rata-rata tertimbang: bila memiliki beberapa quotation, gunakan rata-rata tertimbang berdasarkan reliabilitas supplier atau probability penggunaan.
  2. Triangulasi: bandingkan minimal tiga sumber berbeda agar tidak bergantung pada satu penawaran yang outlier.
  3. Catat tanggal dan kondisi: setiap harga harus ada tanggal kuotasi dan syarat pengiriman (FOB, CIF, DDP), termasuk lead time.
  4. Evaluasi diskon & volume: ketika menghitung HPS, periksa apakah ada diskon volume atau penawaran promosi yang realistis untuk paket pembelian besar.

Praktik data governance:

  • Simpan semua bukti sumber (quotation, screenshot katalog, invoice) di satu repository digital dengan metadata (tanggal, sumber, kontak).
  • Cantumkan asumsi (mis. kurs, biaya pengiriman) agar penghitungan transparan.
  • Jika ada fluktuasi harga tinggi, lakukan averaging over time window (mis. 3 bulan) dan sertakan sensitivity analysis.

Data kualitas tinggi memperkecil bias dan memberikan legitimasi HPS saat diaudit. Jangan sekali-kali menulis HPS tanpa bukti tertulis – itu memudahkan sanggahan dan risiko hukum.

4. Metode Penghitungan HPS untuk Barang, Jasa, dan Konstruksi

Metode penghitungan HPS berbeda menurut jenis pengadaan. Masing-masing memerlukan pendekatan spesifik agar mencerminkan realitas biaya.

A. Barang (commodities & standardized items)

Untuk barang, HPS umumnya dibentuk dari:

  • Harga satuan pasar (unit price), dikalikan kuantitas.
  • Tambahkan biaya logistik (ongkos kirim), asuransi jika perlu, dan biaya handling.
  • Tambahkan pajak (PPN) dan biaya administrasi pembelian. Prosedur:
  1. Kumpulkan tiga quotation dari supplier berbeda jika memungkinkan.
  2. Ambil rata-rata atau median; jika ada diskon volume, hitung skenario volume.
  3. Tambahkan biaya pelengkap (pengiriman, instalasi bila perlu).
B. Jasa (konsultansi, layanan teknis)

Jasa menuntut analisis waktu dan tenaga:

  • HPS jasa = (rate per person × jumlah jam × jumlah person) + biaya operasional + profit margin.
  • Untuk jasa yang bersifat deliverable (mis. studi), breakdown deliverable beserta WBS dan alokasi jam tiap personel.
  • Gunakan benchmark tarif pasar (mis. tarif konsultan per hari) dan cross-check dengan pengalaman proyek sejenis.
C. Konstruksi & pekerjaan teknis

Konstruksi adalah yang paling kompleks:

  • HPS konstruksi terbaik disusun berdasarkan Bill of Quantities (BoQ): rinci jenis pekerjaan dan volume (m³, m², unit).
  • Untuk setiap item BoQ, hitung unit rate = material + tenaga kerja + alat + overhead + profit.
  • Agregasikan semua item untuk mendapatkan total HPS paket. Langkah:
  1. Kuantifikasi pekerjaan (site survey / gambar RAB).
  2. Tentukan spesifikasi material & productivity norm (output per hari per tenaga).
  3. Hitung unit cost per item, kalikan dengan volume.
  4. Tambah biaya tidak langsung: manajemen proyek, keamanan, kesehatan kerja, pajak, kontinjensi.
Formula sederhana:
  • Barang: HPS = ∑ (UnitPrice_i × Qty_i) + Shipping + Insurance + PPN.
  • Jasa: HPS = ∑ (Rate_person × Hours_person) + DirectCosts + Fee.
  • Konstruksi (per item): UnitRate = Material + Labor + Equipment + Subcontract + Overhead + Profit; HPS = ∑ (UnitRate × Volume) + Contingency.
Contoh singkat (digit-by-digit) untuk satu item barang:

Misal: 100 unit kabel, quotation rata-rata Rp 120.000 per unit. Shipping per total Rp 2.000.000. PPN 11%.

  • Harga unit × qty = 120.000 × 100 = (120.000 × 1 × 100) = 12.000.000.
  • Tambah shipping = 12.000.000 + 2.000.000 = 14.000.000.
  • PPN 11% = 0,11 × 14.000.000 = 1.540.000.
  • HPS total = 14.000.000 + 1.540.000 = 15.540.000.

Untuk pekerjaan dengan risiko harga bahan berfluktuasi, sertakan kolom formula penyesuaian di dokumen HPS.

5. Komponen Biaya yang Harus Diperhitungkan secara Rinci

HPS yang akurat memperhitungkan semua komponen biaya-baik langsung maupun tidak langsung-agar harga tidak undervalued. Berikut uraian komponen yang wajib ada.

1. Biaya Langsung
  • Material: harga bahan baku/sparepart sesuai spesifikasi. Sertakan waste factor (mis. +5-10% untuk potongan/kerugian).
  • Tenaga kerja langsung: upah pekerja/durasi jam kerja. Untuk jasa, rate per hari/jam.
  • Peralatan: biaya sewa atau depresiasi per proyek untuk alat berat/khusus.
2. Biaya Tidak Langsung (Overhead)
  • Manajemen & administrasi: persentase dari total biaya langsung (mis. 5-15%).
  • Fasilitas & utilitas: listrik, kantor, komunikasi terkait proyek.
  • Logistik & handling: gudang, packing, transport internal.
3. Biaya Tambahan Komersial
  • Profit margin: wajar dan dapat dibenarkan; biasanya 5-15% tergantung risiko.
  • Asuransi & garansi: asuransi pengiriman, asuransi pekerjaan (CAR), serta biaya garansi purna jual.
  • Pajak & bea: PPN, PPh (jika dipungut di tingkat perusahaan), bea impor jika applicable.
4. Kontinjensi & Risiko
  • Contingency (cadangan): buffering untuk risiko kecil (mis. 3-10% untuk proyek biasa; lebih besar untuk kondisi risiko tinggi).
  • Escalation allowance: untuk bahan volatile, cantumkan formula penyesuaian (mis. indeks BBM atau indeks bahan bangunan).
5. Biaya Mutu dan Pengujian
  • Uji lab, third-party inspection: untuk barang kritikal, masukkan biaya sampling dan uji.
  • Quality assurance: biaya quality control, inspeksi, dan test run.
6. Biaya Legal & Kepatuhan
  • Izin, sertifikasi: biaya pengurusan izin kerja atau sertifikasi produk.
  • Bond & performance guarantee: biaya fee bank untuk BG atau jaminan lainnya.
Praktik penghitungan komponen:
  • Buat tabel komponen per item dengan kolom: unit, qty, unit price, subtotal.
  • Cantumkan asumsi rate (upah/hari), kurs yang digunakan, dan dasar penghitungan overhead.
  • Saat mengaplikasikan persentase overhead/profit, berikan justifikasi (benchmark industri atau persyaratan tender).

Dokumentasikan setiap angka dengan bukti: quotation, invoice sebelumnya, atau perhitungan analitik. Jangan memasukkan komponen tersembunyi tanpa dokumentasi karena akan menyulitkan audit.

6. Mengelola Ketidakpastian: Contingency, Escalation, dan Sensitivity Analysis

Ketidakpastian harga adalah bagian dari realitas. Penyusun HPS harus mengantisipasi fluktuasi dan menunjukkan bagaimana risiko dikelola.

Contingency (cadangan biaya)
  • Tujuan: menutup gap kecil akibat perubahan kondisi (keterlambatan, waste, kesalahan perhitungan).
  • Besaran: umumnya 3-10% dari total biaya tergantung kompleksitas dan risiko. Proyek sederhana: 3-5%; proyek konstruksi besar/risiko tinggi: 10% atau lebih.
  • Penempatan: cantumkan sebagai baris terpisah di akhir RAB/HPS sehingga jelas alokasinya.
Escalation & Price Adjustment
  • Skenario volatile: bahan seperti baja, aspal, atau komponen elektronik sering mengalami perubahan harga.
  • Formula: tetapkan mekanisme penyesuaian berbasis indeks (mis. 0.6 × ΔHargaBahan + 0.4 × ΔKurs) atau berdasarkan komponen BOM.
  • Periode revisi: definisikan titik referensi dan frekuensi penyesuaian (bulanan, kuartalan).
Sensitivity Analysis
  • Kenapa penting: untuk memahami seberapa sensitif HPS terhadap perubahan variabel utama.
  • Langkah:
    1. Tentukan variabel kritis (harga bahan, kurs, waktu pelaksanaan).
    2. Uji skenario (mis. +10% bahan, +20% bahan, -10% volume).
    3. Hitung dampak masing-masing skenario terhadap total HPS.
  • Output: tabel yang menampilkan rentang biaya dan rekomendasi mitigasi (mis. kontrak long-term purchase, harga tetap, hedging).
Manajemen risiko kontraktual
  • Klausul eskalasi: bila diizinkan oleh kebijakan, masukkan klausul price adjustment dengan rumus yang jelas.
  • Performance bonds & retention: menjaga eksekusi kualitas meski ada fluktuasi harga.
  • Procurement strategy: untuk beberapa item strategis, gunakan kontrak payung atau multi-year contract untuk mengunci harga.
Contoh sederhana sensitivity (digit-by-digit)

Asumsi: Total base cost = Rp 1.000.000.000. Jika harga bahan naik 10%, dan bahan menyumbang 50% dari biaya:

  • Kontribusi bahan = 50% × 1.000.000.000 = 0,5 × 1.000.000.000 = 500.000.000.
  • Kenaikan 10% dari bahan = 10% × 500.000.000 = 0,10 × 500.000.000 = 50.000.000.
  • Total naik = 1.000.000.000 + 50.000.000 = 1.050.000.000.

Melakukan sensitivity semacam ini membantu pembuat keputusan melihat rentang kemungkinan biaya dan memutuskan mitigasi yang layak.

7. Validasi, Benchmarking, dan Cross-Check HPS

Validasi HPS adalah langkah wajib sebelum finalisasi. Validasi memastikan angka wajar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Teknik validasi:
  1. Benchmarks eksternal: bandingkan HPS dengan e-Katalog, tender sejenis, atau database harga nasional. Cari deviasi lebih dari X% (mis. >10-15%) pada tiap komponen.
  2. Cross-check internal: bandingkan dengan HPS sebelumnya untuk item serupa, dan jelaskan perubahan signifikan.
  3. Peer review: mintalah review oleh unit lain (finance, technical, procurement) untuk mengecek asumsi dan metodologi.
  4. Market confirmation: jika ada deviasi, lakukan quick market call untuk konfirmasi-telepon 2-3 supplier utama untuk check.
Indikator red-flag:
  • HPS jauh di bawah rata-rata pasar → risiko underpricing/kemungkinan gagal pelaksanaan.
  • HPS jauh di atas pasar → potensi pemborosan atau mark-up.
  • Komponen tanpa sumber data atau dokumentasi → butuh investigasi.
Dokumentasi verifikasi
  • Buat table verifikasi: komponen, sumber data, bukti (quotation/invoice), reviewer, catatan koreksi.
  • Semua versi HPS diberi nomor versi dan disimpan dengan metadata (pembuat, reviewer, tanggal).
  • Jika ada perbedaan, simpan rationale: mengapa memilih sumber A dibanding B.
Penggunaan tool & analytics
  • Gunakan spreadsheet standar dengan formula transparan sehingga setiap perubahan dapat di-trace.
  • Dashboard sederhana untuk memonitor deviasi antara HPS dan harga pemenang saat tender selesai, sebagai feedback loop ke penyusunan HPS berikutnya.
Proses persetujuan
  • Tetapkan threshold persetujuan: HPS di bawah nilai tertentu dapat disetujui oleh kepala unit; HPS di atas ambang memerlukan komite pengadaan atau pejabat lebih tinggi.
  • Setelah disetujui, HPS dicatat sebagai confidential document sampai waktu yang diizinkan untuk disclosure.

Validasi bukan sekadar formalitas. Proses ini mencegah diskualifikasi, klaim kecurangan, serta memastikan bahwa pengadaan akan berjalan lancar dengan angka yang realistis.

8. Dokumentasi HPS, Transparansi, dan Audit Trail

Dokumentasi adalah aspek yang sering diabaikan namun kritikal saat auditor memeriksa proses pengadaan. HPS tanpa dokumentasi pendukung mudah diserang dalam pemeriksaan.

Elemen dokumen HPS yang wajib:
  • Ringkasan HPS: total nilai, asumsi utama, versi, dan sign-off.
  • Rincian per komponen: tabel per item/pekerjaan dengan kalkulasi unit price, qty, dan subtotal.
  • Sumber data: salinan quotation, screenshot katalog, invoice, atau dokumen pasar lain.
  • Asumsi & catatan: kurs, indeks harga, waste factor, dan faktor lain yang mempengaruhi.
  • Rekaman verifikasi: nama reviewer, tanggal review, dan hasil review.
  • Sensitivity & contingency analysis: dokumen analisis skenario.
  • Approval trail: tanda tangan digital/manual pejabat yang menyetujui HPS.
Format penyimpanan:
  • Gunakan repository digital (mis. shared drive atau document management system) dengan struktur folder yang konsisten: HPS/YYYY/NamaProyek/Docs.
  • Simpan metadata setiap file (pembuat, tanggal, versi).
  • Back-up rutin dan access control untuk menjaga integritas dan kerahasiaan.
Transparansi vs kerahasiaan:
  • HPS sering dianggap rahasia sampai proses tender mencapai fase tertentu. Namun ringkasan kebijakan dan metodologi dapat dipublikasikan untuk meningkatkan trust publik.
  • Pastikan kebijakan disclosure mematuhi peraturan: apa yang boleh dipublikasikan dan kapan.
Audit trail teknis:
  • Gunakan spreadsheet dengan change-tracking sehingga setiap perubahan dapat ditelusuri.
  • Jika menggunakan sistem procurement elektronik, unggah semua bukti langsung ke modul HPS sehingga link digital tersedia saat audit.
  • Sertakan log komunikasi (email/meeting minutes) yang relevan.
Tips untuk memudahkan audit:
  • Simpan checklist bukti di awal: apa saja bukti yang wajib ada.
  • Buat ringkasan 1 halaman yang menjelaskan metode, sumber utama, dan keandalan angka-ini sangat membantu auditor.
  • Siapkan annex dengan semua quotation terurut dan berlabel.

Dokumentasi yang rapi mempercepat proses audit, mengurangi keraguan, dan meningkatkan reputasi organisasi sebagai entitas yang akuntabel.

9. Kesalahan Umum dalam Penyusunan HPS dan Cara Menghindarinya

Pengetahuan tentang kesalahan umum memungkinkan pencegahan proaktif. Berikut kesalahan yang sering terjadi dan cara praktis mengatasinya.

1. Menggunakan data usang
  • Masalah: harga lama tidak merefleksikan kondisi pasar.
  • Solusi: batasi sumber data maksimal 3-6 bulan; lakukan update jika ada delay proses pengadaan.
2. Mengabaikan biaya tidak langsung
  • Masalah: hanya menghitung harga bahan dan lupa overhead, pajak, atau biaya testing.
  • Solusi: gunakan template komponen biaya standar yang meliputi semua elemen.
3. Tidak mendokumentasikan sumber
  • Masalah: HPS terlihat “empty” tanpa bukti.
  • Solusi: wajibkan attachment quotation/invoice dengan metadata.
4. Overconfidence pada satu supplier
  • Masalah: bergantung pada satu penawaran tanpa cross-check.
  • Solusi: minimal tiga sumber atau triangulasi pasar.
5. Tidak mempertimbangkan diskon volume
  • Masalah: mengabaikan potensi economy of scale.
  • Solusi: buat skenario volume (min, target, max) dan hitung dampak diskon.
6. Mengabaikan risiko pasokan dan lead time
  • Masalah: HPS murah tapi lead time lama dan berisiko.
  • Solusi: tambahkan biaya logistik dan cadangan serta evaluasi supplier reliability.
7. Tidak melakukan sensitivity analysis
  • Masalah: rentan terhadap perubahan kecil di input.
  • Solusi: jalankan 3-5 skenario stress-test dan catat rekomendasi mitigasi.
8. Menggunakan margin profit yang tidak wajar
  • Masalah: profit terlalu rendah → risk of failure; terlalu tinggi → pemborosan.
  • Solusi: tentukan rentang profit benchmark per sektor.
9. Kurangnya validasi internal
  • Masalah: HPS disusun secara unilateral tanpa review.
  • Solusi: minimal dua fungsi (technical & finance) harus menandatangani.
10. Tidak menyertakan contingency & escalation clause
  • Masalah: tidak ada ruang untuk perubahan harga material volatil.
  • Solusi: cantumkan contingency dan formula eskalasi yang transparan.

Praktik pencegahan: adopsi HPS checklist sebagai gate sebelum HPS di-submit; lakukan post-procurement review untuk mempelajari deviasi HPS vs harga pemenang, gunakan feedback tersebut untuk memperbaiki model penghitungan berikutnya.

Kesimpulan

Menyusun HPS yang benar bukan sekadar aktivitas teknis-ini aktivitas tata kelola yang mengintegrasikan data pasar, perhitungan teknis, pengelolaan risiko, dan dokumentasi akuntabel. HPS yang baik harus: berbasis bukti, memuat semua komponen biaya (langsung maupun tidak langsung), memasukkan kontinjensi dan mekanisme penyesuaian harga untuk mengantisipasi volatilitas, serta divalidasi melalui benchmarking dan review silang. Dokumentasi yang rapi dan audit trail yang lengkap menjadi penjamin legitimasi angka HPS di hadapan auditor dan publik.

Untuk praktik sehari-hari, terapkan standar kerja: kumpulkan minimal tiga sumber harga, gunakan template komponen biaya, lakukan sensitivity analysis, dan mintalah review independen sebelum finalisasi. Dengan demikian HPS menjadi alat perencanaan strategis yang memastikan pengadaan berjalan efisien, transparan, dan bertanggung jawab.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *