Format BAHP yang Benar dan Memenuhi Kaidah Audit

Pendahuluan

Berita Acara Hasil Pengadaan (BAHP) merupakan dokumen krusial sebagai bukti formal bahwa seluruh rangkaian proses pengadaan barang/jasa telah dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan, regulasi LKPP, dan prinsip tata kelola yang baik (good governance). BAHP tidak hanya berfungsi sebagai laporan akhir, tetapi juga menjadi lampiran penting saat audit internal dan eksternal, termasuk pemeriksaan BPK, BPKP, Inspektorat, atau Aparat Penegak Hukum (APH). Oleh karena itu, penyusunan BAHP harus memenuhi kaidah administrasi, teknis, dan auditabilitas. Artikel ini menguraikan secara mendalam format BAHP yang baik, struktur wajib, elemen detail setiap bagiannya, hingga tips menyusun agar dokumen terlindungi secara hukum.

1. Landasan Hukum dan Pedoman BAHP

Berita Acara Hasil Pengadaan (BAHP) merupakan salah satu dokumen krusial dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Fungsinya tidak hanya sebagai catatan administratif, tetapi juga sebagai alat pertanggungjawaban hukum dan audit. Oleh karena itu, penyusunan BAHP harus mengikuti ketentuan hukum dan pedoman teknis yang jelas, rinci, dan terstandarisasi.

1.1. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018

Pasal 75 Perpres No. 16/2018 secara tegas menyebutkan bahwa hasil evaluasi dalam proses pemilihan penyedia dituangkan dalam bentuk berita acara. Ini menjadi dasar konstitusional bahwa BAHP bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari kewajiban hukum yang menjamin keterbukaan, akuntabilitas, dan objektivitas proses evaluasi.

1.2. Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2020

Perlem LKPP ini memberi petunjuk teknis mengenai bentuk, isi, dan penyusunan dokumen pengadaan, termasuk BAHP. Di dalamnya disebutkan bahwa BAHP harus merefleksikan semua tahapan evaluasi: administrasi, teknis, harga, serta klarifikasi atau negosiasi apabila dilakukan. Ketentuan ini memastikan bahwa seluruh proses terdokumentasi secara transparan.

1.3. Surat Edaran dan Panduan LKPP

Beberapa Surat Edaran (SE) dari LKPP juga memberikan pedoman teknis tentang penyusunan berita acara, seperti SE Kepala LKPP tentang Penulisan Berita Acara pada LPSE, dan Pedoman Praktis Evaluasi dan Dokumentasi Tender Elektronik. Di dalamnya ditegaskan bahwa BAHP harus:

  • Menggunakan format standar dan konsisten.
  • Memuat nama paket, metode evaluasi, hasil skoring, serta tanda tangan semua pihak terkait.
  • Dapat diverifikasi ulang oleh APIP, BPK, atau lembaga pemeriksa lainnya tanpa multitafsir.

1.4. Relevansi dengan Standar Audit Internasional

Tak hanya mematuhi hukum nasional, BAHP yang baik juga sejalan dengan standar mutu manajemen global, seperti ISO 9001:2015. Dalam konteks ISO, semua hasil kerja yang berpengaruh pada keputusan strategis harus terdokumentasi, dapat ditelusuri, dan konsisten antar siklus. Dengan kata lain, dokumen BAHP yang baik menunjukkan bahwa instansi memiliki traceability, accountability, dan document control yang andal-tiga komponen kunci dalam sistem audit internasional.

2. Struktur Umum BAHP

Penyusunan BAHP harus sistematis, logis, dan lengkap. Dokumen ini harus mampu merekam seluruh proses evaluasi secara faktual dan objektif. Berdasarkan ketentuan LKPP dan praktik terbaik, berikut struktur umum BAHP yang ideal:

2.1. Identitas Dokumen

Bagian awal harus memuat:

  • Judul jelas, seperti “Berita Acara Hasil Evaluasi Penawaran”.
  • Nomor dokumen sesuai sistem administrasi instansi.
  • Tanggal dan lokasi evaluasi, agar waktu pelaksanaan dapat diverifikasi. Dokumen tanpa identitas yang lengkap berpotensi ditolak dalam proses audit karena tidak dapat dibuktikan legalitasnya.

2.2. Dasar Hukum

Sebutkan regulasi yang digunakan sebagai acuan evaluasi, seperti:

  • Perpres No. 16/2018.
  • Perlem LKPP terkait.
  • Surat Edaran yang berlaku saat itu. Bagian ini penting untuk menunjukkan bahwa evaluasi dilakukan dalam kerangka aturan formal, bukan atas dasar kebijakan sepihak atau kebiasaan internal yang tidak sah.

2.3. Tim Evaluasi

Tuliskan secara lengkap:

  • Nama semua anggota Pokja.
  • Jabatan dan tugas masing-masing (misal: evaluator teknis, evaluator harga).
  • Bila ada pihak pendamping seperti konsultan ahli atau staf teknis, cantumkan juga. Penting untuk menunjukkan bahwa evaluasi dilakukan oleh personel yang sah dan kompeten.

2.4. Ruang Lingkup Evaluasi

Rincian paket pengadaan:

  • Nama paket pengadaan dan kode RUP.
  • Metode pemilihan (tender, seleksi, e-purchasing, dll).
  • Nilai HPS dan sumber anggaran. Bagian ini memberi konteks tentang seberapa besar dan penting proyek yang dievaluasi.

2.5. Metodologi Evaluasi

Uraikan alur evaluasi yang dilakukan:

  • Tahapan administrasi, teknis, harga, dan kualifikasi (jika ada).
  • Cara penilaian dan skoring (misalnya: bobot 60:40 antara teknis dan harga).
  • Prosedur klarifikasi atau pembuktian kualifikasi. Dokumen ini memperlihatkan apakah Pokja konsisten dengan metode yang telah diumumkan di dokumen pemilihan.

2.6. Hasil Evaluasi

Bagian ini paling krusial, karena akan dibandingkan dengan hasil pengumuman pemenang dan menjadi fokus pemeriksaan:

  • Tabel evaluasi berisi nama penyedia, hasil skoring tiap aspek, dan keterangan lolos/tidak lolos.
  • Rincian hasil negosiasi atau klarifikasi jika dilakukan.
  • Penjelasan jika hanya ada satu peserta yang lolos. Ketidaksesuaian data di bagian ini dengan pengumuman dapat dianggap sebagai maladministrasi.

2.7. Keputusan Akhir

Tuliskan keputusan akhir secara eksplisit:

  • Nama pemenang.
  • Nilai penawaran terkoreksi.
  • Rekomendasi penetapan kepada PPK. Bagian ini menunjukkan bahwa Pokja telah menyelesaikan tugasnya dan menyerahkan hasil ke tahap berikutnya.

2.8. Penutup dan Tanda Tangan

Dokumen harus ditutup dengan:

  • Pernyataan bahwa semua proses telah sesuai peraturan.
  • Tanda tangan semua anggota Pokja.
  • Jika perlu, materai sebagai penguat legalitas dokumen.

Catatan Penting:

  • Jangan ada kolom kosong atau data yang belum diisi.
  • Hindari penggunaan bahasa ambigu atau opini subjektif.
  • Simpan dalam format softcopy dan hardcopy, dengan sistem penamaan file yang konsisten untuk memudahkan pelacakan.

3. Elemen Detail Setiap Bagian

Agar dokumen BAHP tidak hanya sah secara administratif tetapi juga mampu melewati uji audit dari APIP, BPK, hingga KPK, maka setiap komponennya harus diuraikan secara rinci, konsisten, dan berbasis bukti. Berikut penjelasan komprehensif masing-masing bagian yang wajib ada dalam BAHP:

3.1. Identitas Dokumen

Dokumen BAHP harus diawali dengan bagian kepala atau header resmi yang mencerminkan legalitas dokumen. Ini meliputi:

  • Logo instansi di kiri atas, serta nama lengkap unit kerja (misal: Pokja Pemilihan Barang/Jasa Dinas Perindustrian dan Koperasi Kabupaten X).
  • Judul dokumen ditulis secara eksplisit: “Berita Acara Hasil Evaluasi Penawaran”.
  • Nomor dokumen mengikuti format baku. Misalnya: BAHP-DINPERINKOP-2025-015, yang menunjukkan jenis dokumen (BAHP), nama instansi atau singkatan dinas, tahun, dan urutan dokumen ke-15.
  • Tanggal penyusunan harus ditulis lengkap (contoh: 15 Juli 2025), begitu pula lokasi tempat evaluasi dilakukan (misal: Ruang Pokja, Lantai 2, Gedung A, Kantor Dinas XYZ).

Bagian identitas ini sering dianggap remeh, padahal sangat penting untuk keabsahan formal dan pelacakan audit. Jika tidak konsisten, dapat dianggap sebagai dokumen tidak resmi atau palsu.

3.2. Dasar Hukum

Bagian ini menjelaskan regulasi yang menjadi acuan evaluasi. Setidaknya tiga dokumen hukum wajib dicantumkan:

  • Perpres No. 16 Tahun 2018 Pasal 75: tentang kewajiban pencatatan hasil evaluasi dalam bentuk berita acara.
  • Perlem LKPP No. 9 Tahun 2020, khususnya pasal yang mengatur metode evaluasi dan tata cara dokumentasi hasil.
  • Surat Edaran LKPP terbaru tentang petunjuk teknis pelaksanaan tender/e-purchasing.

Selain mencantumkan judul regulasi, sebaiknya penulis menyebutkan pasal, ayat, dan tahun dengan tepat. Auditor akan mencocokkan apakah prosedur yang dilakukan sudah mengacu pada pasal yang dimaksud, sehingga kesalahan rujukan bisa dianggap sebagai cacat prosedural.

3.3. Tim Evaluasi

Daftar tim evaluator wajib disusun dalam bentuk tabel agar mudah dibaca dan diverifikasi. Format tabel sebaiknya mencakup:

No Nama Lengkap NIP Jabatan Peran Tanda Tangan

Contoh entri:

1 | Muhammad Zain, S.T. | 19780922 200901 1 001 | Kasi Pengadaan | Ketua Pokja | [TTD]

Selain anggota Pokja, cantumkan pula PPK sebagai pihak yang akan menetapkan hasil evaluasi. Perlu dicatat bahwa PPK tidak menandatangani evaluasi, tetapi ditulis untuk konteks pertanggungjawaban lanjutan.

3.4. Ruang Lingkup

Pada bagian ini, dijelaskan konteks kegiatan pengadaan:

  • Nama paket pengadaan lengkap, sesuai RUP.
  • Metode pemilihan, misalnya Tender Umum, Tender Cepat, Seleksi, e-Purchasing.
  • Nilai HPS, ditulis lengkap dengan angka dan huruf.
  • Sumber dana, seperti APBD, APBN, Dana Alokasi Khusus, atau Hibah Luar Negeri.

Keterangan ini penting bagi auditor dalam memahami profil risiko paket pengadaan. Misalnya, paket bernilai di atas Rp200 juta dengan metode tender umum harus menunjukkan evaluasi yang lebih ketat dibandingkan dengan pengadaan langsung.

3.5. Metodologi Evaluasi

Di bagian ini, Pokja menjelaskan bagaimana proses evaluasi dilakukan. Tulis dalam bentuk narasi deskriptif ringkas, dengan pembagian sebagai berikut:

  • Evaluasi Administrasi: Verifikasi dokumen legalitas usaha (SIUP, SBU, NPWP), pengalaman kerja, laporan keuangan.
  • Evaluasi Teknis: Penilaian kesesuaian spesifikasi teknis, kemampuan SDM, metode pelaksanaan, serta (jika berlaku) uji sample barang atau demonstrasi software.
  • Evaluasi Harga: Pembandingan harga penawaran dengan HPS. Jika terjadi negosiasi, maka disebutkan metode klarifikasi, serta hasil akhir harga terkoreksi.

Bagian ini harus konsisten dengan dokumen pemilihan. Jika dokumen menyebut evaluasi sistem nilai (80:20), maka BAHP tidak boleh menggunakan sistem gugur.

3.6. Hasil Evaluasi

Berikan tabel evaluasi terstruktur yang mencakup:

No Nama Peserta Lulus Administrasi (L/T) Nilai Teknis (0-100) Nilai Harga Total Skor Peringkat Catatan
  • Skor teknis dan harga disesuaikan dengan bobot. Misal: teknis 70%, harga 30%.
  • Catatan digunakan untuk menjelaskan nilai ekstrem, diskualifikasi, atau anomali (misal, selisih harga terlalu besar).

Tabel ini sangat penting karena menjadi titik utama yang akan diaudit, diverifikasi silang dengan sistem e-Proc, dan menjadi dasar sanggahan.

3.7. Keputusan Akhir

Tuliskan secara formal dan eksplisit hasil keputusan, contohnya:

“Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana telah dijelaskan di atas, Pokja Pemilihan merekomendasikan PT Mitra Sejahtera sebagai pemenang tender pengadaan Alat Laboratorium Kimia dengan nilai kontrak Rp2.379.450.000 (dua miliar tiga ratus tujuh puluh sembilan juta empat ratus lima puluh ribu rupiah). Dokumen ini disampaikan kepada PPK untuk ditetapkan sesuai kewenangan.”

Lampirkan fotokopi Surat Penetapan Penyedia sebagai dokumen pendukung, bila sudah tersedia.

3.8. Penutup dan Tanda Tangan

Akhiri dokumen dengan kalimat pernyataan obyektif:

“Berita Acara ini dibuat dengan sebenar-benarnya berdasarkan hasil evaluasi obyektif sesuai peraturan yang berlaku. Seluruh keputusan diambil secara kolektif, tanpa paksaan atau intervensi dari pihak manapun.”

Kemudian, semua anggota Pokja membubuhkan tanda tangan berurutan sesuai urutan dalam daftar tim. Sertakan materai (jika dipersyaratkan dalam SOP instansi).

4. Tips Penyusunan BAHP yang Audit-Proof

Agar BAHP lolos dari temuan audit dan memiliki kekuatan hukum, perlu perhatian pada aspek teknis penyusunan. Berikut tips menyusun BAHP yang dapat dipertanggungjawabkan di depan auditor dan aparat hukum:

4.1. Gunakan Template Terstandar

Instansi wajib memiliki template resmi yang telah disahkan oleh Bagian Hukum atau Sekretariat. Gunakan format Word dengan penguncian elemen tertentu (protective formatting) agar tidak ada pengubahan pasca-finalisasi.

Template yang baik membantu menghindari kesalahan struktur, kelalaian pengisian, dan memastikan keterpaduan antar dokumen.

4.2. Pastikan Konsistensi Nomor Dokumen

Selalu gunakan sistem penomoran urut, dan lakukan pencatatan pada register dokumen keluar. Duplikasi nomor atau kekosongan penomoran dapat menimbulkan dugaan pemalsuan dokumen.

Pokja juga disarankan membuat daftar kontrol BAHP untuk setiap tahun anggaran.

4.3. Lampirkan Bukti Pendukung

Jangan hanya mencantumkan angka atau nilai. Sertakan:

  • Fotokopi dokumen administrasi peserta.
  • Hasil uji sample atau berita acara demonstrasi.
  • Screenshot dari LPSE/e-procurement, termasuk waktu unggah dan log akses.

Bukti-bukti ini akan memperkuat integritas evaluasi dan mempersempit ruang sanggahan.

4.4. Cek Tata Bahasa Formal

BAHP adalah dokumen resmi negara. Gunakan kalimat pasif dan bahasa birokratis formal. Hindari singkatan tidak baku dan istilah populer yang tidak sesuai konteks hukum.

Contoh yang baik:

“Telah dilakukan verifikasi terhadap dokumen legalitas sesuai ketentuan Pasal 47 Perpres 16/2018…”

Contoh yang salah:

“Sudah dicek, semuanya lengkap dan oke.”

4.5. Review Lintas Fungsi

Sebelum ditandatangani, mintalah tim Bagian Hukum dan Keuangan untuk memeriksa dokumen, terutama dari sisi potensi keberatan peserta dan kesesuaian anggaran.

Audit internal yang dilakukan lintas unit memperkecil risiko kesalahan kecil yang berdampak besar.

4.6. Backup Digital & Fisik

Setelah finalisasi:

  • Simpan salinan digital di server internal dengan hak akses terbatas.
  • Cetak dua rangkap BAHP dan simpan di lemari arsip tahan api dan air.
  • Lakukan backup berkala ke cloud storage resmi milik instansi jika tersedia.

Dengan sistem penyimpanan yang tertib, Pokja tidak akan kesulitan jika diminta membuktikan dokumen 2-3 tahun setelah pengadaan selesai.

5. Studi Kasus: BAHP Gagal Audit

Untuk memahami secara konkret bagaimana pentingnya penyusunan BAHP yang akurat dan sesuai standar audit, kita dapat merujuk pada kasus nyata yang terjadi di Kota Z, yang menjadi pelajaran mahal bagi Dinas Pekerjaan Umum setempat.

Latar Belakang Kasus

Pada tahun 2023, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Z menyelenggarakan tender terbuka untuk proyek pembangunan jalan strategis sepanjang 12 km dengan pagu anggaran mencapai Rp78 miliar. Proyek ini dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan menjadi prioritas pemerintah daerah.

Tahapan pemilihan penyedia berjalan sesuai jadwal, dan BAHP telah disusun dan ditandatangani oleh Pokja Pemilihan. Namun, dalam proses evaluasi teknis, ternyata terdapat perubahan pada rubrik penilaian teknis-khususnya pada aspek bobot peralatan berat dan pengalaman kerja. Perubahan ini dilakukan atas dasar rekomendasi dari konsultan pengadaan yang baru bergabung di tengah proses.

Perubahan ini tidak disertai dengan addendum resmi pada Dokumen Pemilihan, dan yang lebih fatal, tidak dicantumkan secara eksplisit dalam BAHP, baik dalam bagian metodologi maupun dalam lampiran dokumentasi.

Temuan Audit

Beberapa bulan setelah proyek dimulai, BPK melakukan audit kinerja dan audit kepatuhan terhadap paket-paket strategis nasional yang dibiayai DAK. Dalam audit tersebut, ditemukan kejanggalan:

  • Nilai teknis dari penyedia yang menang tidak sesuai dengan kriteria awal yang tercantum dalam dokumen pemilihan asli.
  • Tidak ditemukan dokumen resmi yang mencatat perubahan rubrik teknis, baik berupa berita acara internal maupun addendum resmi.
  • BAHP yang diajukan ke BPK tidak memuat catatan perubahan kriteria teknis, sehingga dinilai cacat secara administratif dan tidak memenuhi prinsip transparansi serta akuntabilitas.

Dampak Langsung

Akibat temuan ini, BPK merekomendasikan:

  1. Pembatalan hasil tender, karena proses evaluasi dianggap tidak sah.
  2. Penundaan proyek selama 5 bulan, hingga proses tender ulang dilakukan.
  3. Sanksi administratif kepada Pokja, berupa pembinaan khusus dan pencabutan tunjangan kinerja selama 3 bulan.
  4. Rekomendasi perbaikan sistem dokumentasi evaluasi, termasuk pelatihan khusus BAHP audit-proof.

Lebih jauh, dampaknya terasa secara politis dan sosial. Proyek jalan yang semula direncanakan selesai sebelum musim hujan harus tertunda, menyebabkan banjir di beberapa titik karena jalan alternatif belum tersedia. Publik menyalahkan instansi, dan kepercayaan masyarakat terhadap proses pengadaan pemerintah mengalami penurunan drastis.

Pelajaran dari Kasus

Kasus ini menunjukkan bahwa kelalaian kecil dalam penyusunan BAHP dapat berujung pada konsekuensi besar: tertundanya proyek publik vital, kerugian keuangan daerah, dan reputasi yang tercoreng. Pokja seharusnya:

  • Menyertakan jejak perubahan setiap elemen evaluasi.
  • Menyusun berita acara perubahan rubrik dengan paraf seluruh anggota tim.
  • Mencantumkan perubahan tersebut secara eksplisit dalam BAHP (pada bagian metodologi evaluasi dan lampiran).

Kasus ini kini menjadi bahan ajar nasional dalam pelatihan Pokja dan auditor pengadaan sebagai contoh kegagalan administratif yang berdampak sistemik.

6. Penutup

Berita Acara Hasil Pengadaan (BAHP) adalah lebih dari sekadar dokumen administratif; ia adalah pilar utama transparansi, akuntabilitas, dan legalitas dalam setiap proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Dokumen ini berfungsi sebagai titik simpul yang menghubungkan proses evaluasi teknis dengan keputusan akhir, serta sebagai sumber primer audit dan verifikasi oleh berbagai pihak: BPK, APIP, LKPP, bahkan aparat penegak hukum.

Membuat BAHP yang benar berarti menciptakan perlindungan hukum bagi Pokja, PPK, dan institusi penyelenggara pengadaan itu sendiri. Setiap elemen dalam BAHP, mulai dari identitas dokumen, metodologi evaluasi, hingga hasil akhir, harus disusun dengan cermat, berdasar regulasi, dan didukung oleh bukti-bukti valid. Dokumentasi yang tidak lengkap, tidak konsisten, atau tidak didasarkan pada prosedur yang disepakati dapat membuka celah sanggahan administratif, gugatan perdata, dan bahkan pidana korupsi.

Instansi yang membangun budaya penyusunan BAHP secara tertib akan mendapatkan banyak keuntungan:

  • Menghindari sanggahan dari penyedia yang merasa dirugikan.
  • Memperkuat posisi hukum bila terjadi tuntutan hukum.
  • Memudahkan proses audit, baik internal maupun eksternal.
  • Meningkatkan kepercayaan publik dan mitra kerja terhadap proses pengadaan.

Dengan demikian, kualitas penyusunan BAHP mencerminkan tingkat integritas dan profesionalisme suatu instansi. Pemerintah daerah dan kementerian/lembaga perlu terus membekali Pokja dengan pelatihan penyusunan BAHP, memperbarui template baku, serta memastikan sistem e-Procurement dilengkapi dengan fitur pencatatan audit trail dan backup otomatis.

Di tengah tuntutan publik akan transparansi dan efisiensi, penyusunan BAHP yang memenuhi kaidah audit bukan lagi pilihan, melainkan keharusan institusional. Hanya dengan itulah pengadaan pemerintah bisa berjalan bersih, adil, dan akuntabel demi kemaslahatan masyarakat luas.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *