Roadmap Menjadi Pokja Pengadaan yang Andal

Pendahuluan

Pada era birokrasi modern, peran Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan menjadi sangat strategis dalam menjamin efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas belanja pemerintah. Pokja Pengadaan berfungsi sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa, mulai dari perencanaan kebutuhan hingga serah terima hasil pengadaan. Untuk mencapai status sebagai Pokja andal, diperlukan roadmap yang sistematis dan terukur. Artikel ini menguraikan langkah-langkah strategis dalam lima tahap utama, disertai indikator keberhasilan dan praktik terbaik. Roadmap ini juga merupakan respons atas dinamika pengadaan yang semakin kompleks, ditandai dengan kemajuan teknologi, peningkatan tuntutan publik, serta tuntutan reformasi birokrasi yang transparan dan akuntabel.

1. Tahap Persiapan (Pre-Operasional)

1.1. Analisis Kebutuhan Organisasi

Langkah pertama adalah memahami konteks kebutuhan organisasi. Tim Pokja perlu melakukan analisis gap antara kondisi saat ini dan standar pengadaan ideal. Tujuan dari analisis ini adalah mengidentifikasi titik lemah, hambatan proses, serta potensi perbaikan yang konkret. Metode yang dapat digunakan meliputi survei internal terhadap unit kerja pengguna barang/jasa, wawancara mendalam dengan pemangku kepentingan seperti pejabat pembuat komitmen (PPK) dan pengguna akhir, serta studi dokumentasi seperti review atas SOP eksisting dan data historis pengadaan tiga tahun terakhir. Dalam proses ini, penting untuk melibatkan unit perencanaan dan keuangan, karena pengadaan tidak berdiri sendiri tetapi menjadi bagian dari siklus perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi. Misalnya, bila penganggaran disusun tanpa mempertimbangkan waktu lelang dan kebutuhan teknis pengguna, maka akan terjadi ketidaksesuaian antara anggaran dan realisasi pengadaan. Oleh sebab itu, Pokja harus aktif terlibat sejak tahap perencanaan agar output yang direncanakan benar-benar sesuai kebutuhan dan dapat dilaksanakan secara efisien. Analisis kebutuhan juga mencakup pemetaan risiko, baik risiko operasional seperti keterlambatan dokumen, maupun risiko strategis seperti kebijakan yang berubah di tengah jalan. Semua hasil analisis harus dirumuskan dalam laporan kebutuhan Pokja yang menjadi dasar perencanaan program kerja tahunan dan indikator keberhasilan tim.

1.2. Penyusunan Kebijakan Dasar dan SOP Pokja

Berdasarkan analisis kebutuhan, langkah berikutnya adalah menyusun kebijakan dasar dan Standard Operating Procedures (SOP) Pokja Pengadaan. Kebijakan ini merupakan landasan formal yang mengatur batas kewenangan, standar kerja, serta pedoman perilaku Pokja dalam menjalankan tugasnya. Kebijakan juga harus merujuk pada regulasi utama seperti Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 beserta perubahannya, serta Peraturan LKPP tentang pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah. SOP yang baik mencakup diagram alir proses, daftar dokumen wajib, format berita acara, hingga langkah-langkah mitigasi bila terjadi deviasi. SOP juga perlu mengakomodasi variasi jenis pengadaan-barang, jasa konsultansi, jasa lainnya, dan pekerjaan konstruksi-karena masing-masing memiliki prosedur dan karakteristik yang berbeda. Demikian pula dengan metode pemilihan penyedia: penunjukan langsung, pengadaan langsung, tender cepat, dan tender umum harus memiliki prosedur spesifik tersendiri. Selain itu, SOP perlu memuat prosedur teknis penggunaan sistem e-Procurement, terutama untuk pengisian data pada aplikasi SiRUP dan SPSE. Pokja juga perlu merumuskan protokol khusus untuk pengelolaan situasi darurat atau pengadaan yang bersifat mendesak, yang tetap menjunjung prinsip transparansi dan akuntabilitas.

1.3. Rekrutmen dan Pembentukan Tim Inti

Pembentukan Pokja Pengadaan tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Komposisi tim inti harus dipilih secara cermat berdasarkan keahlian, pengalaman, dan rekam jejak. Anggota Pokja idealnya terdiri atas minimal empat orang: koordinator yang bertanggung jawab atas jalannya proses, administrator yang mengelola dokumen dan sistem elektronik, perencana teknis yang menguasai detail kebutuhan, serta pelaksana yang bertanggung jawab pada penilaian dan pelaporan. Kriteria rekrutmen mencakup integritas tinggi (dibuktikan dengan rekam jejak dan hasil evaluasi kinerja), kompetensi teknis (sertifikat pelatihan dan pengalaman di bidang pengadaan), serta kemampuan komunikasi dan negosiasi. Pokja harus mampu menjadi fasilitator antara pengguna dan penyedia, serta menjembatani berbagai kepentingan tanpa kehilangan independensinya. Rekrutmen juga harus mempertimbangkan keberagaman latar belakang teknis, misalnya melibatkan ASN dengan kompetensi di bidang konstruksi, IT, atau pengelolaan alat kesehatan, sesuai kebutuhan sektor. Di samping itu, Pokja juga sebaiknya memiliki komposisi gender yang seimbang untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan dinamis. Tim Pokja perlu difasilitasi dengan surat keputusan (SK) resmi dari kepala UKPBJ untuk menguatkan legitimasi dan dasar hukum dalam menjalankan tugasnya.

1.4. Penyediaan Infrastruktur dan Sistem Informasi

Tahap persiapan tak lengkap tanpa infrastruktur pendukung yang memadai. Pokja memerlukan ruang kerja khusus yang nyaman, tenang, dan terisolasi dari potensi intervensi pihak luar. Selain itu, perangkat keras seperti komputer, scanner, printer, serta koneksi internet yang stabil menjadi kebutuhan mutlak untuk menunjang kegiatan administrasi digital. Akses penuh terhadap sistem e-Procurement (SPSE), e-Planning, dan e-Budgeting sangat penting agar Pokja bisa bekerja secara real time. Implementasi sistem informasi terintegrasi tidak hanya mempercepat pekerjaan, tetapi juga mengurangi kesalahan input dan memperkuat transparansi proses. Pokja juga perlu memiliki akses ke aplikasi pendukung seperti e-Kontrak, e-Katalog, dan sistem manajemen arsip digital. Selain infrastruktur fisik dan digital, Pokja perlu memiliki protokol keamanan data dan perlindungan akses login untuk mencegah kebocoran informasi strategis. Helpdesk internal yang tersedia selama jam kerja serta prosedur tanggap darurat ketika sistem mengalami gangguan harus diatur dalam petunjuk teknis. Dalam konteks ini, keberadaan administrator sistem yang andal juga menjadi elemen penting dalam menunjang kesiapan Pokja dalam menghadapi tantangan teknis yang kompleks.

2. Tahap Penguatan Kapasitas (Capacity Building)

2.1. Pelatihan Teknis dan Non-Teknis

Pokja perlu mengikuti rangkaian pelatihan lanjutan, seperti pelatihan teknis pengadaan, manajemen risiko, serta pelatihan kepemimpinan dan komunikasi. Pelatihan berbasis kompetensi ini dapat meningkatkan keahlian anggota Pokja. Pelatihan sebaiknya dilaksanakan secara berkelanjutan dan berbasis pada hasil evaluasi kinerja agar sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.

2.2. Sertifikasi Pengadaan

Dorong anggota Pokja untuk memperoleh sertifikasi kompetensi pengadaan (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah – LKPP). Sertifikasi mencerminkan standar minimal kemampuan dan memacu peningkatan profesionalisme. Selain sertifikasi tingkat dasar, anggota Pokja juga disarankan mengikuti pelatihan lanjutan seperti Ahli Pengadaan Internasional (CIPS atau ISM).

2.3. Program Mentor-Mentee

Implementasikan program mentorship antara anggota dengan pengalaman tinggi dan anggota baru. Melalui pendampingan langsung, best practice dapat ditransfer secara efektif. Program ini juga mendorong pertumbuhan karier dan meningkatkan solidaritas tim dalam menyelesaikan pekerjaan pengadaan secara kolektif.

2.4. Simulasi dan Table Top Exercise

Laksanakan simulasi skenario pengadaan, termasuk kasus sengketa dan potensi fraud. Table Top Exercise (TTX) membantu mempraktikkan SOP dan mengidentifikasi celah proses. Simulasi sebaiknya dilakukan minimal dua kali setahun dan mencakup simulasi krisis, seperti gagal tender, intervensi, atau konflik kepentingan.

2.5. Monitoring dan Evaluasi Berkala

Bangun mekanisme M&E untuk mengevaluasi efektivitas pelatihan. Gunakan Key Performance Indicators (KPI) seperti waktu siklus pengadaan, tingkat temuan audit, dan kepuasan pengguna. Selain itu, integrasikan hasil evaluasi ke dalam rencana pelatihan berikutnya sebagai umpan balik (feedback loop).

3. Tahap Implementasi (Operational Roll-Out)

3.1. Penerapan Rencana Umum Pengadaan (RUP)

Penerapan RUP merupakan titik awal tahapan implementasi. Pokja harus memastikan seluruh paket pengadaan yang tercantum dalam perencanaan ditayangkan tepat waktu melalui Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). Setiap paket harus dilengkapi dengan uraian kebutuhan yang jelas, spesifikasi teknis yang akurat, nilai pagu, metode pemilihan penyedia, dan jadwal pelaksanaan. RUP yang disusun dengan cermat akan menjadi fondasi kuat untuk tahapan selanjutnya. Pokja bersama perencana pengadaan dan PPK harus melakukan sinkronisasi terhadap kebutuhan dan ketersediaan anggaran. Publikasi RUP secara tepat waktu juga mendorong transparansi, memungkinkan penyedia melakukan persiapan dini, serta memperbesar peluang mendapatkan penyedia berkualitas.

3.2. Pengelolaan Dokumen Elektronik

Dokumen pengadaan harus dikelola secara elektronik agar mudah diakses, dicari, dan diaudit. Pokja wajib mengunggah semua dokumen pengadaan ke sistem e-Procurement, mulai dari dokumen lelang (dokumen pemilihan), Berita Acara Evaluasi, hingga draft dan salinan kontrak. Standarisasi format file, struktur folder digital, serta penamaan dokumen menjadi aspek penting yang mendukung efisiensi kerja. Keberadaan e-Library internal yang berisi contoh dokumen berkualitas dari pengadaan sebelumnya akan sangat membantu Pokja dalam menyusun dokumen dengan cepat dan akurat. Dengan pengelolaan digital, kemungkinan terjadinya manipulasi data berkurang, jejak audit (audit trail) lebih mudah dilacak, serta proses pengambilan keputusan menjadi lebih transparan.

3.3. Pelaksanaan Lelang dan Evaluasi Penawaran

Proses lelang merupakan kegiatan inti Pokja. Pelaksanaan lelang meliputi tahapan pengumuman, pemberian penjelasan (aanwijzing), penerimaan dokumen penawaran, evaluasi, dan penetapan pemenang. Pada setiap tahap, Pokja harus menjamin bahwa semua proses berlangsung sesuai aturan, tidak diskriminatif, dan dapat dipertanggungjawabkan. Evaluasi penawaran harus dilakukan dengan cermat dan obyektif, menggunakan metode evaluasi yang ditentukan dalam dokumen pemilihan: sistem gugur, nilai, biaya terendah, atau kualitas dan biaya. Pokja juga dapat melibatkan tim teknis dan/atau tim ahli independen untuk membantu mengevaluasi aspek-aspek teknis yang kompleks, terutama dalam pengadaan jasa konsultansi atau pekerjaan konstruksi skala besar. Dokumentasi hasil evaluasi harus lengkap dan tersimpan rapi: dari form evaluasi, berita acara, hingga notulensi jika terjadi sanggahan. Hal ini akan menjadi perlindungan hukum jika terdapat keberatan atau audit di masa mendatang.

3.4. Negosiasi dan Penetapan Pemegang Kontrak

Setelah penetapan pemenang, Pokja dapat memfasilitasi proses negosiasi teknis dan harga jika diperlukan, terutama untuk pengadaan yang menggunakan evaluasi kualitas dan biaya. Tujuannya adalah mencapai nilai terbaik (best value for money) bagi pemerintah tanpa melanggar prinsip persaingan sehat. Negosiasi harus didokumentasikan dengan baik, termasuk notulensi dan kesepakatan yang dihasilkan. Jika terjadi perubahan teknis, perlu disesuaikan dalam dokumen kontrak melalui addendum sebelum kontrak ditandatangani. Pokja juga harus memastikan bahwa pemenang telah memenuhi semua persyaratan administratif seperti jaminan pelaksanaan dan surat dukungan.

3.5. Manajemen Kontrak dan Pengendalian Mutu

Tugas Pokja tidak berhenti setelah kontrak ditandatangani. Dalam beberapa kasus, Pokja turut dilibatkan dalam monitoring pelaksanaan kontrak bersama PPK dan pengguna. Pokja dapat membantu menyusun rencana pengendalian mutu dan jadwal inspeksi. Pengendalian mutu dilakukan dengan meninjau kesesuaian hasil pekerjaan dengan spesifikasi, jadwal, serta dokumen kontrak. Bila ditemukan ketidaksesuaian, Pokja bersama PPK dapat merekomendasikan tindakan korektif atau penalti sesuai ketentuan kontrak. Dalam proyek strategis, Pokja bisa memfasilitasi rapat koordinasi lintas unit untuk memastikan kelancaran pelaksanaan. Kehadiran Pokja dalam proses monitoring akan memperkuat koordinasi antara penyedia, PPK, dan pengguna, sekaligus mencegah terjadinya deviasi mutu maupun waktu yang berdampak pada pencapaian target organisasi.

4. Tahap Penguatan Integritas dan Kepatuhan (Governance & Compliance)

4.1. Implementasi Sistem Whistleblowing

Integritas merupakan fondasi utama dalam proses pengadaan. Untuk menjamin integritas, Pokja perlu mendukung keberadaan sistem whistleblowing yang memungkinkan pelaporan dugaan pelanggaran secara anonim dan aman. Sistem ini tidak hanya berlaku untuk internal ASN, tetapi juga dapat diakses oleh penyedia barang/jasa dan masyarakat umum. Pokja harus memastikan adanya kanal pengaduan yang jelas, seperti website, hotline, atau aplikasi pelaporan terintegrasi dengan SPSE. Penting pula untuk menetapkan prosedur verifikasi laporan, mekanisme perlindungan pelapor, serta sanksi bagi pelanggaran yang terbukti. Komitmen untuk menindaklanjuti laporan secara objektif dan tanpa diskriminasi menjadi cerminan budaya antikorupsi di lingkungan kerja Pokja.

4.2. Audit Internal dan Eksternal

Audit merupakan instrumen penting untuk mengevaluasi tingkat kepatuhan terhadap regulasi pengadaan. Pokja perlu bekerja sama dengan Inspektorat dalam pelaksanaan audit internal, dan bersikap terbuka terhadap audit eksternal oleh BPK atau BPKP. Audit seharusnya tidak dipandang sebagai ancaman, tetapi sebagai upaya pembelajaran dan perbaikan sistemik. Pokja dapat menyiapkan “audit trail” yang rapi, mencakup semua dokumen pengadaan, notulensi rapat, log sistem SPSE, dan korespondensi yang relevan. Hasil audit harus ditindaklanjuti dengan action plan, dan pelaksanaan rencana perbaikan harus dimonitor secara berkala. Selain itu, Pokja juga dapat mengusulkan audit tematik untuk pengadaan strategis, guna memastikan bahwa pengadaan berdampak langsung terhadap peningkatan kualitas layanan publik.

4.3. Manajemen Risiko Fraud

Pokja harus memiliki sistem manajemen risiko yang proaktif, bukan reaktif. Ini mencakup identifikasi risiko, analisis tingkat risiko, serta penentuan langkah mitigasi. Fraud Triangle dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi terjadinya kecurangan: tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Pokja bisa menyusun risk register yang memetakan risiko pada setiap tahapan pengadaan. Misalnya, risiko intervensi dalam penetapan pemenang, manipulasi spesifikasi teknis, atau konflik kepentingan. Untuk setiap risiko, ditetapkan indikator peringatan dini (early warning indicators) dan mitigasi yang konkret, seperti pemisahan fungsi evaluasi, rotasi tim, dan peningkatan sistem verifikasi digital.

4.4. Kode Etik dan Budaya Anti-Korupsi

Pokja harus memiliki dan memahami kode etik pengadaan yang mencakup prinsip dasar pengadaan, etika dalam berinteraksi dengan penyedia, serta larangan menerima gratifikasi atau imbalan dalam bentuk apapun. Kode etik ini perlu disosialisasikan secara periodik dan diinternalisasi melalui pembinaan, diskusi kasus nyata, serta penguatan nilai-nilai ASN BerAKHLAK. Budaya anti-korupsi dapat dibentuk melalui keteladanan pimpinan, pelaporan transparan, serta penghargaan bagi anggota Pokja yang menunjukkan integritas luar biasa. Dalam jangka panjang, budaya ini akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem pengadaan dan menjaga reputasi institusi.

4.5. Pelaporan Berkala dan Transparansi Publik

Sebagai wujud akuntabilitas, Pokja perlu mendukung keterbukaan informasi publik terkait pengadaan. Laporan berkala seperti status lelang, realisasi kontrak, dan tindak lanjut hasil audit perlu dipublikasikan secara ringkas dan mudah dipahami oleh masyarakat. Informasi ini dapat ditayangkan melalui laman resmi UKPBJ atau portal pengadaan nasional. Transparansi juga dapat ditingkatkan melalui dashboard monitoring real-time yang menampilkan progres paket pengadaan. Selain meningkatkan kepercayaan publik, keterbukaan ini akan memacu Pokja bekerja lebih cermat dan efisien karena prosesnya senantiasa diawasi oleh publik dan lembaga pengawas.

5. Tahap Evaluasi dan Continuous Improvement

5.1. Analisis Kinerja dan Pembelajaran

Evaluasi merupakan fondasi dari perbaikan berkelanjutan. Setelah penyelesaian setiap paket pengadaan, Pokja perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan kegiatan. Evaluasi ini harus mencakup analisis pencapaian Key Performance Indicators (KPI), seperti efisiensi waktu, ketepatan sasaran pengadaan, efektivitas anggaran, serta tingkat kepuasan pengguna layanan. Selain itu, Pokja wajib menyusun laporan lessons learned yang berisi best practice dan kendala utama yang dihadapi selama proses pengadaan. Laporan ini tidak hanya menjadi dokumentasi, tetapi juga rujukan bagi pelaksanaan paket-paket pengadaan berikutnya. Untuk memperkaya hasil evaluasi, penting melibatkan pengguna akhir, penyedia barang/jasa, serta tim teknis melalui survei kepuasan, forum evaluasi, atau wawancara mendalam. Evaluasi juga perlu melihat aspek manajerial dan etis: apakah pengambilan keputusan sudah bebas dari intervensi, apakah proses dokumentasi memadai, dan sejauh mana anggota Pokja merasa didukung oleh organisasi. Dengan demikian, evaluasi menjadi alat untuk memperkuat tata kelola dan memperbaiki mekanisme kerja internal.

5.2. Benchmarking dengan Instansi Lain

Benchmarking merupakan strategi efektif untuk meningkatkan standar kerja Pokja. Melalui studi banding ke instansi yang telah lebih maju, Pokja dapat belajar dari model implementasi yang sukses. Benchmarking sebaiknya difokuskan pada aspek tertentu seperti penggunaan teknologi dalam evaluasi tender, strategi mitigasi sengketa, atau model komunikasi dengan penyedia. Pokja dapat bekerja sama dengan LKPP, asosiasi pengadaan, atau Lembaga Pelatihan Pengadaan untuk mengidentifikasi instansi yang layak dijadikan rujukan. Kunjungan kerja, diskusi panel, dan kolaborasi lintas daerah akan membuka ruang inovasi dan mendorong adopsi praktik terbaik secara lebih cepat dan terukur. Selain itu, benchmarking dapat membuka peluang kolaborasi lintas instansi untuk pengembangan SOP regional, pelatihan bersama, atau pembentukan forum komunikasi antar-Pokja sebagai wadah berbagi solusi.

5.3. Optimalisasi Sistem Informasi

Kemajuan teknologi informasi harus dimanfaatkan secara maksimal. Pokja dapat mendorong pengembangan fitur-fitur cerdas pada sistem e-Procurement, seperti:

  • Prediksi harga pasar berbasis Artificial Intelligence (AI)
  • Rekomendasi vendor berdasarkan histori kinerja
  • Deteksi anomali proses lelang
  • Otomatisasi pengisian dokumen penawaran

Selain itu, Pokja juga dapat mengusulkan integrasi antara e-Proc dengan sistem manajemen keuangan daerah, perencanaan pembangunan, dan kinerja OPD, guna menciptakan ekosistem data yang mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti. Penguatan kapasitas digital Pokja perlu disertai pelatihan sistem informasi secara berkala, termasuk update fitur terbaru SPSE dan aplikasi pelengkap seperti e-Kontrak, e-Katalog, dan SIRUP.

5.4. Revisi SOP dan Kebijakan

Evaluasi yang dilakukan secara berkala harus menjadi dasar dalam merevisi SOP dan kebijakan internal. Revisi ini tidak boleh bersifat reaktif, tetapi harus proaktif merespons dinamika regulasi nasional, perubahan teknologi, maupun temuan hasil audit dan evaluasi. Pokja dapat membentuk tim ad hoc untuk melakukan review SOP setiap tahun, melibatkan unsur internal dan eksternal seperti perencana, auditor internal, serta perwakilan pengguna barang/jasa. Revisi SOP harus disertai pelatihan atau sosialisasi ulang, serta simulasi prosedur agar anggota Pokja tidak hanya tahu isi dokumen, tetapi juga terlatih dalam implementasinya. Selain SOP, kebijakan pokok seperti struktur kewenangan, mekanisme penunjukan anggota Pokja, dan prosedur pengelolaan vendor juga perlu diperbarui agar tetap adaptif dan relevan.

5.5. Pengembangan Kompetensi Lanjutan

Continuous improvement juga berarti pengembangan SDM secara strategis. Pokja perlu memiliki program pengembangan kompetensi jangka panjang yang mencakup:

  • Pelatihan tematik lanjutan (e.g., pengadaan jasa konstruksi kompleks, e-marketplace)
  • Sertifikasi internasional seperti CIPS (Chartered Institute of Procurement & Supply)
  • Partisipasi dalam konferensi dan forum pengadaan global
  • Kolaborasi riset dan studi kasus dengan universitas atau lembaga kebijakan

Anggota Pokja juga dapat didorong untuk menulis artikel ilmiah, opini kebijakan, atau berbagi pengalaman dalam forum internal. Aktivitas ini tidak hanya meningkatkan kemampuan analitis, tetapi juga membentuk citra profesional Pokja sebagai komunitas yang dinamis, reflektif, dan terus berkembang. Dengan tahapan evaluasi dan continuous improvement yang konsisten, Pokja tidak hanya mampu menjawab tuntutan hari ini, tetapi juga siap menghadapi tantangan pengadaan masa depan yang lebih kompleks dan menuntut integritas tinggi.

Kesimpulan

Menjadi Pokja Pengadaan yang andal bukanlah tugas sekali jalan, melainkan perjalanan panjang yang menuntut persiapan matang, penguatan kapasitas, pelaksanaan terstruktur, integritas tinggi, dan evaluasi berkelanjutan. Roadmap ini memberikan kerangka kerja komprehensif yang dapat diadaptasi sesuai kebutuhan instansi. Dengan komitmen dan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, Pokja Pengadaan dapat meningkatkan akuntabilitas, efisiensi anggaran, dan kualitas hasil pengadaan, serta berkontribusi pada reformasi birokrasi yang lebih modern dan transparan. Dalam jangka panjang, Pokja yang andal akan menjadi aset strategis lembaga dalam mewujudkan pengadaan yang berorientasi hasil dan berdampak langsung bagi pelayanan publik.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *