Webinar PBJ: Pilih yang Praktis atau Teoritis?

Pendahuluan

Webinar Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) kini jadi salah satu cara utama untuk belajar dan berbagi praktik pengadaan-baik bagi pegawai negeri, staf pengadaan, konsultan, maupun penyedia. Tapi ada dua model webinar yang sering bersaing: yang praktis (berisi langkah-langkah, template, studi kasus, simulasi) dan yang teoritis (fokus pada prinsip, regulasi, landasan hukum, dan konsep). Pertanyaannya: mana yang lebih cocok untuk kebutuhan Anda? Artikel ini membedah perbedaan, keuntungan, keterbatasan, dan memberi panduan kapan memilih satu jenis atau menggabungkannya agar webinar PBJ benar-benar memberikan hasil yang berguna di lapangan. Kita akan bahas secara terperinci dengan bahasa sederhana supaya mudah dicerna oleh siapa pun yang terlibat dalam pengadaan.

Apa itu PBJ dan Mengapa Webinar Penting?

Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) adalah proses membeli barang, jasa, atau pekerjaan oleh institusi publik maupun swasta. Di sektor publik, PBJ diatur ketat karena menyangkut penggunaan uang rakyat-oleh karena itu ada banyak aturan, standar prosedur, dan prinsip tata kelola yang harus dipahami: efisiensi, efektivitas, transparansi, kompetisi, dan akuntabilitas. Tantangannya, aturan ini terus berkembang-aturan baru, sistem e-procurement berubah, metode pengadaan baru muncul-membuat kebutuhan pembelajaran juga dinamis.

Webinar menjadi media populer karena beberapa alasan. Pertama, hemat sumber daya: peserta tidak perlu bepergian sehingga lebih murah dan cepat diorganisir. Kedua, jangkauan luas: satu penyelenggara dapat mengundang ratusan peserta dari berbagai daerah. Ketiga, fleksibilitas: materi bisa direkam dan disimpan sebagai referensi. Keempat, potensi interaktivitas: polling, Q&A, breakout rooms, dan studi kasus virtual memungkinkan peserta berlatih aktif.

Namun webinar juga punya keterbatasan: kualitas interaksi seringkali bergantung pada moderator dan desain acara; peserta pasif cenderung hanya penonton; dan materi kompleks seperti negosiasi kontrak atau pemeriksaan dokumen sering memerlukan praktik langsung agar benar-benar dikuasai. Di sinilah perdebatan antara webinar yang praktis dan yang teoritis muncul-keduanya menawarkan nilai tetapi dengan pendekatan berbeda.

Webinar teoritis biasanya mengedepankan pemahaman konsep, landasan hukum, dan kerangka berpikir-berguna untuk membangun dasar-nilai dan memastikan peserta tahu “mengapa” suatu aturan ada. Sedangkan webinar praktis mengajarkan “bagaimana” melakukan tugas: menyusun TOR, menghitung HPS, menilai penawaran, atau membuat Berita Acara. Keduanya saling melengkapi: tanpa teori, praktik bisa salah kaprah; tanpa praktik, teori sulit diterapkan.

Karena itu penting memahami konteks kebutuhan belajar: level peserta (pemula vs mahir), tujuan (sertifikasi/pengetahuan vs operasional sehari-hari), dan sumber daya (waktu, anggaran, akses ke mentor). Artikel ini menggali kedua tipe webinar, kriteria penilaian kualitas, desain materi yang efektif, metode pengajaran interaktif, peran peserta dan penyelenggara, sampai rekomendasi memilih format yang paling sesuai.

Webinar Praktis: Ciri, Kelebihan, dan Kapan Harus Dipilih

Webinar praktis menekankan kemampuan aplikasi langsung. Ciri khasnya adalah: banyak contoh nyata, demonstrasi langkah-demi-langkah, template yang bisa diunduh, latihan interaktif, dan fokus pada “tools” pekerjaan sehari-hari. Contohnya: simulasi pembukaan dokumen tender, cara menghitung HPS di Excel, langkah pembuatan TOR, checklist verifikasi administrasi, serta sesi role-play evaluasi teknis.

Kelebihan utama webinar praktis:

  1. Langsung dapat dipakai: peserta pulang dengan template atau checklist yang bisa langsung dipakai.
  2. Belajar sambil praktik: studi kasus dan simulasi mempercepat penguasaan keterampilan.
  3. Meningkatkan confidence: peserta lebih siap menjalankan tugas praktis setelah mengikuti contoh langkah nyata.
  4. Lebih relevan untuk operasional: cocok untuk staf yang bertugas harian di unit pengadaan.

Kapan wajib memilih webinar praktis?

  • Ketika peserta perlu kemampuan operasional segera (mis. PPK, admin pengadaan baru).
  • Untuk sosialisasi SOP baru yang perlu diimplementasikan langsung.
  • Saat organisasi memiliki target outcome yang konkret (mis. memperbaiki kualitas dokumen tender dalam 1 bulan).
  • Untuk daerah atau unit yang minim akses pelatihan tatap muka-webinar praktis membantu menyebarkan praktik standar secara seragam.

Beberapa kelemahan yang perlu diwaspadai:

  • Rendahnya fokus pada dasar hukum dan prinsip bisa menyebabkan penerapan yang keliru di situasi kompleks.
  • Jika fasilitator kurang berpengalaman, praktik yang ditunjukkan bisa bergantung pada “cara mereka saja” dan bukan best practice.
  • Kegiatan interaktif memerlukan waktu lebih; jadwal singkat sering membuat materi jadi superfisial.

Untuk memaksimalkan webinar praktis, desain harus mencakup pra-kerja (mis. pre-test), materi unduhan (template, video demo), sesi Q&A yang dipandu, dan tugas pasca-webinar (post-test atau tugas real case). Moderator atau fasilitator harus berpengalaman di lapangan sehingga bisa memberi tips yang realistis, serta memberi contoh kesalahan umum agar peserta bisa mengantisipasi. Singkatnya, webinar praktis paling efektif bila tujuannya adalah mengubah perilaku kerja dalam jangka pendek.

Webinar Teoritis: Ciri, Kelebihan, dan Kapan Harus Dipilih

Webinar teoritis fokus pada landasan pengetahuan: aturan hukum, prinsip tata kelola, kerangka kebijakan, dan konsep manajerial. Format ini cocok bagi mereka yang butuh memahami kenapa proses pengadaan disusun seperti sekarang dan konsekuensi hukum atau etis dari setiap tindakan.

Ciri webinar teoritis:

  • Pembahasan regulasi, interpretasi pasal-pasal, dan implikasi kepatuhan.
  • Diskusi konsep manajemen risiko, governance, dan audit pengadaan.
  • Pemaparan teori pengadaan modern, model pengadaan strategis, dan best practices internasional.
  • Seringkali lebih banyak ceramah dan pemaparan, dengan sedikit demo praktis.

Kelebihan utama:

  1. Memperkuat pemahaman prinsip: membantu peserta memahami batasan hukum dan etika, yang penting untuk pengambilan keputusan strategis.
  2. Mengurangi risiko salah tafsir: memberikan kerangka untuk menilai opsi-mis. kapan boleh melakukan pengadaan darurat, atau bagaimana menilai konflik kepentingan.
  3. Cocok untuk pembuat kebijakan dan pimpinan: memberi pandangan strategis jangka panjang.
  4. Mudah disampaikan oleh akademisi atau regulator: cocok untuk menjelaskan perubahan aturan yang kompleks.

Kapan memilih webinar teoritis?

  • Saat target peserta: pimpinan, pengambil kebijakan, atau pejabat yang menandatangani keputusan strategis.
  • Ketika ada perubahan aturan besar yang butuh pemahaman konseptual-mis. revisi Perpres PBJ.
  • Untuk membangun budaya kepatuhan dan etika pengadaan di institusi.
  • Saat ingin mengembangkan kebijakan internal atau pedoman interpretatif.

Keterbatasan:

  • Kurang langsung memberikan “ketrampilan kerja” sehingga peserta mungkin sulit mengaplikasikannya tanpa dukungan praktis.
  • Jika materi terlalu akademis, peserta operasional bisa merasa tidak relevan dan bosan.
  • Tidak semua isu hukum menawarkan jawaban tegas; terkadang menimbulkan lebih banyak pertanyaan praktis.

Agar webinar teoritis efektif, fasilitator harus menghubungkan teori dengan contoh nyata-mis. studi kasus audit BPK atau temuan audit internal-sehingga peserta melihat implikasi nyata. Juga berguna menyertakan sesi diskusi terstruktur dan Q&A untuk menangani kebingungan pada penerapan aturan di lapangan. Webinar teoritis memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman yang kokoh, yang kemudian membimbing praktik pengadaan yang tepat.

Kriteria Menilai Kualitas Webinar PBJ

Memilih webinar berkualitas bukan sekadar melihat judul atau nama narasumber. Pokja atau peserta perlu menilai beberapa kriteria praktis agar waktu dan uang yang diinvestasikan terbayar. Berikut kriteria yang mudah dipakai:

  1. Kompetensi Narasumber: cek latar belakang-apakah ia praktisi lapangan (PPK, auditor, konsultan pengadaan) atau akademisi/regulator? Untuk webinar praktis, pengalaman lapangan minimal 5-10 tahun lebih berharga. Untuk materi teoritis, narasumber regulator/akademisi yang paham interpretasi hukum diperlukan.
  2. Agenda dan Learning Outcome Jelas: RFP atau promosi webinar harus mencantumkan tujuan belajar yang spesifik (mis. peserta mampu menyusun TOR sederhana, atau memahami pasal X tentang pengadaan darurat). Tujuan membuat peserta bisa menilai relevansi.
  3. Format Interaktif: kualitas webinar meningkat bila ada polling, quiz, breakout rooms, latihan praktek, dan sesi evaluasi. Tanpa interaksi, webinar hanya jadi siaran satu arah.
  4. Materi & Bahan Ajar: cek apakah ada materi yang dapat diunduh-template, checklist, contoh kontrak, atau rekaman. Materi ini menjadi alat kerja setelah webinar selesai.
  5. Durasi & Ritme: durasi ideal 90-120 menit untuk topik kompleks dengan jeda. Modul panjang tanpa jeda mengurangi fokus. Untuk lini praktis, sesi terpisah (pre-recorded demo + live Q&A) efektif.
  6. Follow-up & Evaluasi: apakah ada post-test, sertifikat, atau forum diskusi pasca-webinar? Kegiatan lanjutan memperkuat transfer pengetahuan.
  7. Umpan Balik Peserta & Track Record Penyelenggara: baca testimoni atau minta review dari peserta sebelumnya. Penyelenggara yang konsisten menyediakan kualitas biasanya punya rekam jejak.
  8. Skalabilitas & Aksesibilitas: apakah ada batas peserta? apakah platform stabil dan bisa akses rekaman? Kemudahan akses penting terutama bagi peserta dari daerah dengan koneksi terbatas.
  9. Harga vs Nilai (Value for Money): biaya pendaftaran harus proporsional dengan manfaat-termasuk durasi, narasumber, bahan ajar, dan dukungan pasca-acara.
  10. Kesesuaian Level Peserta: pastikan tingkat kesulitan materi sesuai. Banyak webinar gagal karena menyasar “semua orang” sehingga terlalu umum dan tak memuaskan siapa pun.

Dengan ceklist ini, Pokja dapat menilai tawaran webinar dan memilih yang sesuai kebutuhan: praktis untuk pelatihan operasional, teoritis untuk pemahaman kebijakan, atau gabungan (hybrid) bila butuh keduanya.

Desain Materi yang Efektif: Menggabungkan Praktis dan Teori

Model terbaik seringkali bukan memilih salah satu, melainkan menggabungkan keduanya secara terstruktur. Desain materi hybrid memanfaatkan kekuatan teori untuk landasan dan kekuatan praktik untuk aplikasi. Prinsip desain efektif meliputi:

  1. Layered Content: susun materi dari dasar ke aplikasi. Awali dengan konsep singkat (mis. prinsip PBJ dan tolok ukur kepatuhan), lalu tunjukkan bagaimana konsep itu diterapkan lewat studi kasus dan demo. Pendekatan ini memastikan peserta memahami “kenapa” sebelum “bagaimana”.
  2. Blended Delivery: gunakan kombinasi pre-recorded lectures untuk bagian teoritis (peserta bisa menonton sesuai kecepatan masing-masing) dan sesi live untuk praktik interaktif, demo, dan Q&A. Pre-recorded menghemat waktu live untuk kegiatan yang memerlukan interaksi.
  3. Toolkit Praktis: selalu sertakan deliverable nyata-template TOR, contoh RKS, format evaluasi teknis, skrip Excel untuk HPS, contoh klausul kontrak. Beri panduan singkat cara adaptasi tool ke kondisi masing-masing unit.
  4. Studi Kasus Relevan: sediakan setidaknya dua studi kasus-satu sederhana untuk latihan, satu kompleks untuk diskusi. Minta peserta mengerjakan tugas kecil secara kelompok (breakout rooms) lalu presentasikan hasil. Ini meningkatkan pembelajaran kolaboratif.
  5. Formative Assessment: gunakan quiz singkat di antara modul untuk memastikan peserta menyerap materi. Hasil quiz membantu fasilitator menyesuaikan tempo atau memberi tambahan penjelasan.
  6. Checklist Implementation: akhir sesi beri checklist “aksi dalam 30 hari” yang realistis-mis. merevisi satu template TOR, melakukan market sounding, atau memulai audit dokumen. Checklist memacu tindakan nyata pasca-webinar.
  7. Skenario Risiko & Mitigasi: ajarkan bagaimana menerjemahkan teori manajemen risiko ke dalam tindakan praktis-contoh mitigasi vendor bermasalah, proyek darurat, atau masalah anggaran.
  8. Sesi Coaching Singkat: bila memungkinkan, sediakan sesi coaching 1-on-1 atau office hours bagi peserta dengan masalah konkret. Dukungan personal mempercepat adopsi praktik baru.

Desain materi yang terencana meningkatkan transfer pengetahuan. Dengan menanamkan teori secara ringkas dan mengalokasikan waktu lebih pada latihan interaktif, webinar menjadi sarana yang memberi hasil nyata, tidak hanya pengetahuan pasif.

Metode Pengajaran Interaktif dan Evaluasi dalam Webinar PBJ

Interaksi adalah kunci agar webinar tidak hanya bersifat informatif tetapi juga transformasional. Beberapa metode efektif yang mudah diterapkan:

  1. Polling & Quick Quiz: gunakan polling untuk mengecek pemahaman atau kondisi real di lapangan (mis. “apakah instansi Anda menggunakan e-procurement?”). Quiz digunakan sebagai formative assessment; hasilnya membantu fasilitator adaptasi.
  2. Breakout Rooms untuk Studi Kasus: bagi peserta ke kelompok kecil untuk mengerjakan tugas singkat, lalu minta perwakilan mempresentasikan solusi. Ini melatih kemampuan kolaboratif dan berpikir kritis.
  3. Demo Live & Hands-on: demonstrasikan langkah di layar-mis. cara menyusun HPS di Excel-lalu beri tugas sederhana agar peserta praktik di komputer mereka. Untuk efektivitas, tampilkan file contoh yang bisa diunduh.
  4. Role Play / Simulasi: skenario seleksi atau klarifikasi tender dapat disimulasikan-satu kelompok sebagai Pokja, satu sebagai vendor-supaya peserta mengerti dinamika negosiasi dan komunikasi.
  5. Panel Q&A & Clinic Session: sesi tanya jawab terstruktur dengan panel praktisi atau auditor memberi perspektif beragam. Sediakan pula sesi klinik singkat untuk review dokumen peserta secara terbatas.
  6. Peer Review: peserta saling menilai deliverable (mis. TOR singkat) dengan rubrik sederhana; ini memperkaya feedback dan mempercepat pembelajaran.
  7. Assessment Rubrics: untuk evaluasi akhir, gunakan rubrik yang jelas (mis. penilaian TOR: kelengkapan, kejelasan, kesesuaian HPS) sehingga penilaian objektif.
  8. Monitoring Learning Impact: lakukan post-test dan follow-up 1 bulan kemudian untuk melihat implementasi nyata-mis. berapa peserta mengaplikasikan template? Data ini membantu penyelenggara perbaiki program.
  9. Sertifikasi Micro-Credential: berikan badge atau sertifikat miniprojek bagi peserta yang menyelesaikan tugas praktek. Pengakuan ini memotivasi.

Metode interaktif membuat webinar PBJ lebih hidup dan meningkatkan kemungkinan aplikasi materi di lingkungan kerja. Penting juga memperhatikan aspek teknis: kualitas audio/video, platform yang stabil, dan moderator yang cekatan mengelola flow acara.

Peran Peserta dan Penyelenggara untuk Suksesnya Webinar

Keberhasilan webinar bukan hanya tanggung jawab penyelenggara; peserta juga memegang peran penting. Berikut pembagian peran praktis:

Penyelenggara:

  • Menentukan tujuan dan target audience yang jelas.
  • Menyusun agenda realistis dan materi yang relevan.
  • Mengundang narasumber yang kredibel-kombinasi praktisi dan regulator/akademisi ideal.
  • Menyediakan bahan ajar yang bisa diunduh, serta platform yang mendukung interaksi (polling, breakout room).
  • Menyusun evaluasi (pre/post test) dan menyediakan follow-up resources.
  • Menjaga logistik acara: manajemen waktu, moderator berpengalaman, dan tim teknis standby.

Peserta:

  • Melakukan pra-kerja: membaca materi awal, mengisi pre-test, menyiapkan kasus nyata yang ingin didiskusikan.
  • Aktif berpartisipasi: mengajukan pertanyaan, ikut breakout, dan mengerjakan tugas praktik.
  • Mencatat aksi nyata yang bisa diterapkan di unitnya dan berkomitmen untuk melaporkan progress.
  • Mengikuti post-webinar activities: mengakses rekaman, menyelesaikan assignment, atau mengikuti forum diskusi.
  • Memberi umpan balik yang jujur kepada penyelenggara untuk perbaikan.

Kolaborasi ini memperbesar outcome. Penyelenggara harus memfasilitasi lingkungan aman bagi peserta bertanya-terutama mereka dari daerah yang kurang berpengalaman. Peserta yang mempersiapkan kasus nyata mendapat manfaat maksimal karena sesi bisa dikaitkan langsung ke pekerjaan mereka.

Untuk instansi yang mengirim beberapa peserta, ada baiknya menunjuk champion-satu orang yang bertanggung jawab menerjemahkan materi webinar ke SOP lokal dan memimpin implementasi. Champion ini berperan penting memastikan pelatihan tidak berhenti di level individu.

Rekomendasi: Kapan Memilih Praktis, Teoritis, atau Hybrid?

Tidak ada satu jawaban universal-pilihan tergantung tujuan, profil peserta, sumber daya, dan urgensi kebutuhan. Berikut panduan praktis:

  1. Pilih Webinar Praktis jika:
    • Tujuan: meningkatkan keterampilan operasional (menyusun TOR, hitung HPS, evaluasi).
    • Peserta: staf operasional, admin pengadaan, PPK baru.
    • Waktu terbatas tapi butuh output langsung (template, checklist).
    • Organisasi ingin cepat menaikkan standar kinerja.
  2. Pilih Webinar Teoritis jika:
    • Tujuan: membangun pemahaman kebijakan, etika, dan dasar hukum.
    • Peserta: pimpinan, pembuat kebijakan, auditor internal.
    • Perlu interpretasi aturan baru atau penguatan governance.
    • Ingin membentuk budaya kepatuhan dan pengambilan keputusan strategis.
  3. Pilih Hybrid (kombinasi) jika:
    • Tujuan: ingin perubahan perilaku sekaligus pemahaman konsep.
    • Peserta campuran: pimpinan & staf operasional.
    • Ada waktu dan sumber daya memadai-mis. modul teori pre-recorded + sesi praktik live.
    • Organisasi ingin hasil jangka menengah: implementasi SOP yang sesuai aturan.

Rekomendasi pelaksanaan:

  • Gunakan pre-recorded untuk teori (peserta tonton sebelum live).
  • Gunakan live sesi untuk praktik, demo, dan diskusi kasus.
  • Sediakan toolkit & office hours pasca-event untuk dukungan implementasi.
  • Lakukan follow-up 30 hari untuk mengecek adopsi (mini-survey atau review dokumen).
  • Pertimbangkan sertifikasi micro-credential untuk memotivasi peserta.

Dengan pendekatan adaptif, webinar PBJ bisa menjadi sarana pembelajaran transformasional-mengisi gap antara pengetahuan dan tindakan nyata di lapangan.

Kesimpulan

Pilihan antara webinar praktis dan teoritis seharusnya bukan soal menang-kalah, melainkan soal kecocokan tujuan. Webinar praktis mempercepat penerapan keterampilan harian, sedangkan webinar teoritis membangun kerangka pemikiran dan kepatuhan. Model hybrid -menggabungkan teori singkat lewat pre-recorded dan praktik intensif dalam sesi live-seringkali memberi nilai terbaik. Kunci sukses ada pada desain yang jelas, narasumber kompeten, interaktivitas tinggi, serta tindak lanjut pasca-event agar ilmu yang didapat benar-benar diterapkan. Jika Anda penyelenggara, rancang webinar berdasarkan kebutuhan nyata peserta; jika peserta, pilih acara yang sesuai peran Anda dan siapkan kasus nyata agar pembelajaran langsung bisa dipraktikkan.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *